Thursday, September 21, 2017

DANKE UND VERMISSE EUCH

Vielen Dank für die Erlaubnis zu lernen, unterbrochen in der Arbeitszeit zu lernen, danke für ein Ort zu teilen, Austausch Gedanken, Lachen, Lächeln und danke für all das Wissen.



Liebe euch alle..





KARYA ILMIAH UNIVERSITAS TERBUKA JAKARTA by FINNLAND CHANIAGO

Menyusun Karya Ilmiah ( KARIL) merupakan salah satu syarat kelulusan di Universitas Terbuka. Jika pada umumnya mahasiswa menyusun Skripsi sebagai salah tugas akhir dalam proses kelulusan, maka tidak demikian dengan Universitas Terbuka.

Mahasiswa Universitas Terbuka di wajibkan membuat Karil yang merupakan hasil karya tulisan mahasiswa itu sendiri, tidak mudah memang tetapi bukan berarti tidak bisa hanya perlu proses saja.

Sebagai mahasiswi Universitas Terbuka saya ingin berbagi contoh Karil yang saya dan teman-teman UT lainnya gunakan dan sudah di upload di UT.

Hanya sebagai contoh ya teman-teman, sebagai mahasiswa tentunya plagiat merupakan hal yang tidak bisa ditolerir termasuk di UT.


Semoga dapat bermanfaat ya.





EFEK PSIKOLOGIS KEKERASAN VERBAL PADA PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DASAR

FINNLAND CHANIAGO, finnlandchaniago@gmail.com
NIM : 017526551
Program Studi Ilmu Komunikasi
FISIP Universitas Terbuka UPBJJ – Jakarta


ABSTRAK

Bullying merupakan masalah yang dampaknya ditanggung oleh pelaku, korban ataupun siswa yang menyaksikan. Kekerasan verbal yang sering terjadi khususnya di lingkungan Sekolah Dasar menjadi hal yang memperihatinkan. Tidak menutup kemungkinan pelaku yang menjadi “eksekutor” bullying pada Sekolah Dasar  berawal dari korban ataupun siswa yang pernah menyaksikan dan ingin mengekspresikan diri dari pengalaman yang didapat. Kecenderungan mengaplikasikan pengalaman inilah yang membutuhkan pengendalian diri dari siswa. Siswa Sekolah Dasar memerlukan perhatian dan memiliki keinginan untuk lebih unggul dari teman seusianya, perlu edukasi dari orang tua dan pihak sekolah akan memperkecil persentase terjadinya bullying. Korban bullying memiliki kepercayaan diri yang rendah sehingga mudah untuk didominasi dan cenderung menerima perlakuan tanpa adanya perlawanan, akibatnya timbul rasa cemas, depresi, menjadi pemurung dan enggan untuk membaur dengan teman sebayanya sedangkan bagi siswa yang menyaksikan akan merasa ketakutan untuk merefleksikan diri. Guru sebagai orang tua bagi siswa di sekolah harus memberikan contoh dan mengajarkan berperilaku saling menghormati. Bimbingan yang tepat dari orang tua dan pihak sekolah dapat memberikan pemahaman pentingnya bertoleransi dalam berinteraksi.
Kata Kunci : Bullying, Kekerasan Verbal.

Pendahuluan
            Memproduksi pesan sama mendasarnya bagi kehidupan kita dengan menerima pesan. Selain faktor yang terkait dengan penerima pesan, karakteristik informasi atau pesan juga memiliki dampak yang besar terhadap proses seleksi, interpretasi dan retensi. Dalam kenyataannya, setiap aspek perilaku kita, bahasa, nada suara, penampilan, mata, tindakan, bahkan penggunaan ruang dan waktu adalah sumber informasi potensial yang dapat dipilih untuk diperhatikan, diinterpretasikan, diingat, dan ditindaklanjuti oleh orang lain. Sejalan pertumbuhan usia, kemampuan fonetik, sintaksis, sematik dan pragmatik anak juga meningkat, kata-kata yang digunakan meningkat kepada cara yang lebih abstrak. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 137-144).
            Kepribadian atau psyche adalah mencakup keseluruhan pikiran, perasaan, tingkah laku, kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. (Alwisol, 2014: 40). Salah satu dari empat deskripsi konsep diri adalah diri nyata (real self) merupakan pandangan subjektif bagaimana diri yang sebenarnya, mencakup potensi untuk berkembang, kebahagiaan, kekuatan, kemauan, kemampuan khusus dan keinginan untuk realisasi diri, keinginan untuk spontan menyatakan diri yang sebenarnya. (Alwisol, 2014: 137).
            Komunikasi yang digunakan dalam keseharian memiliki dampak positif dan negatif yang dapat membentuk pribadi setiap manusia, dalam hal ini adalah siswa Sekolah Dasar.  Bullying adalah kekerasan verbal yang memiliki dampak besar dalam jangka waktu yang panjang bagi siswa. Mental yang tertekan akan berdampak secara psikologis dan mempengaruhi pola pikir serta tingkah laku. Karakteristik fisik dan perilaku sering dijadikan bahan bullying antar siswa karena merupakan pengamatan dini yang mudah disimpulkan oleh anak-anak Sekolah Dasar, misalnya siswa yang bertubuh gemuk atau siswa laki-laki yang berperilaku feminim. Tindakan ringan antar siswa seperti mengejek kekurangan teman, memukul, mendorong merupakan awal dari tindakan bully di sekolah dan dilakukan berulang. Tidak jarang tindakan ringan tersebut dapat berakibat fatal karena siswa menanggapi ejekan dengan tindakan agresif. Bullying merupakan masalah atau problem sosial yang perlu diperhatikan oleh pihak sekolah dan orang tua.
            Di lingkungan sekolah siswa mendengarkan, mengamati dan menginterpretasikan pesan yang diterima. Pengalaman pribadi ini bersifat subjektif dan berpengaruh besar pada kepribadian siswa. Umpan balik dari pesan verbal yang dilontarkan siswa ditanggapi spontanitas oleh siswa lainnya. Perilaku komunikasi yang mengadopsi kekerasan verbal dapat mempengaruhi konsep diri dan penghargaan diri. Keinginan menjadi superior atau yang paling unggul diantara teman sebaya menimbulkan kepercayaan diri yang berlebihan sehingga merasa berkuasa untuk menyudutkan. Dilain pihak siswa dengan kepercayaan diri yang rendah menanggapi tindakan dengan sikap apatis, pasrah dan merasa tidak mampu. Tekanan psikis yang dialami dapat membuat perubahan perilaku siswa di lingkungan sekolah dan di rumah.
            Lingkungan sekolah merupakan tempat interaksi yang dapat dijadikan contoh oleh anak-anak sehingga terbentuk karakter yang unggul secara mental dan intelektual. Lingkungan yang baik akan merepresentasikan citra atau gambaran dari rasa nyaman dan aman sehingga anak-anak dapat mengembangkan diri, mengekspresikan diri secara positif serta memiliki sikap saling menghargai, empati dan saling menyayangi.

Isi
            Gaya komunikasi dapat mempengaruhi penerimaan informasi dalam dua cara; pertama tergantung pada kebiasaan dan kesukaan kita, kita pilih lanjutkan atau justru kita hindarkan secara aktif dalam soal kesempatan untuk berurusan dengan orang lain, kedua pengaruh tidak langsung oleh gaya komunikasi kita kepada penerimaan informasi, berkaitan dengan cara dimana kita menampilkan diri kepada orang lain. Banyak dari kecenderungan penerimaan informasi berkembang sebagai hasil dari pengalaman. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 119).
Max Wertheimer membangun teori gestalt dari temuannya yang terkenal, phy phenomenon bahwa pengalaman baru, sesudah diterima indera tidak dipersepsi apa adanya, tetapi digabung lebih dulu dengan pengalaman lama. Daya tahan setiap orang menghadapi tekanan lingkungan berbeda-beda, psikologi kepribadian mengukur dan memprediksi dampak lingkungan terhadap tingkah laku. (Alwisol, 2014: 5-9). Anak yang dilarang melakukan aktivitas, akan kehilangan kemampuan menstimuli diri yang cukup. Energi independen dari ego terhambat dan ego tidak dapat berkembang melalui ekspresi kegiatan bebas. Dampaknya adalah kecemasan, malu, ragu dan hilangnya minat eksporasi, semuanya mengarah ke kerusakan efikasi diri. (Alwisol, 2014: 118).
Tingkat Sekolah Dasar merupakan tingkat peralihan bagi anak-anak, jika sebelumnya anak sangat bergantung kepada orang tua khususnya Ibu, pada tingkat ini anak-anak dituntut untuk lebih mandiri, belajar untuk menerapkan problem solving atau penyelesaian masalah dengan caranya sendiri. Keinginan dasar untuk mengembangkan diri dan mengikuti kata hati pada anak perlu pengarahan, pengetahuan dan pemahaman dalam mengatasi masalah, hal ini akan berdampak positif pada cara dan perilaku yang diekspresikan. Persepsi anak terhadap diri sendiri dan orang lain, dimulai dari keluarga dan lingkungan terdekat kemudian anak merefleksikan diri dari pengalaman yang didapat.
Karakteristik siswa Sekolah Dasar seperti kekanak-kanakkan, senang dipuji, ingin tahu tentang banyak hal, ingin terlihat lebih unggul, manja, melawan, dan aktif merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang bersifat abstrak sedangkan karakteristrik yang berasal dari luar diri seperti fisik, ukuran dan bentuk tubuh adalah hal yang paling mudah diberi makna oleh anak-anak. Faktor lainnya yang juga mempengaruhi yaitu pola didik orang tua terhadap anak. Misalnya anak tunggal, orang tua yang memanjakan anak secara psikologis akan memiliki keinginan yang sulit dibendung karena terbiasa dituruti kehendaknya. Sedangkan anak yang di didik dengan keras akan memiliki sifat yang pemarah, mudah tersinggung dan lain-lain. Kebiasaan dan kesukaan anak berkembang sebagai hasil dari pengalaman. Perbedaan pola asuh ini akan mempengaruhi psikologi anak serta hubungan anak dengan teman sebayanya.
Pada perkembangannya komunikasi verbal di sekolah dapat membangun indentitas siswa. Aktivitas dan kreativitas siswa mendorong kerjasama dalam pengambilan keputusan dan menghindari sikap dominasi dalam lingkungan sekolah.
Komunikasi interpersonal dalam hubungan juga dibentuk oleh distribusi kekuasaan. Ada banyak situasi yang sama dimana asimetrik atau ketidakseimbangan kekuasaan mempengaruhi komunikasi interpersonal. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 291).
Kebutuhan kekuatan, keinginan berkuasa, tidak menghormati orang lain, memuja kekuatan dan melecehkan kelemahan, biasanya dikombinasikan dengan kebutuhan prestis dan kepemilikan yang berwujud sebagai kebutuhan mengontrol orang lain dan menolak perasaan lemah atau bodoh. (Alwisol, 2014: 136).
Pelaku bullying pada anak Sekolah Dasar menganggap tindakan yang dilakukan sebagai bentuk show off dari power yang dimiliki, pandangan citra diri ini membentuk konsep diri yang mengarah kepada pemikiran dan perilaku tertentu. Umumnya pelaku bullying mempunyai latar belakang seperti emosi yang tidak terkendali, mudah putus asa, dominan dan sering menunjukkan kekerasan dalam kesehariannya. Keluarga memiliki pengaruh besar terhadap perilaku anak, penghinaan, kekerasan fisik, meneriaki anak dapat mendorong anak berperilaku yang sama.
Penerimaan sosial dan penolakan dalam lingkungan sekolah “menjerumuskan” anak kepada sikap tertentu. Misalnya anak yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan mudah bergaul dengan teman sebayanya, dilain pihak anak yang merasa memiliki kekurangan seperti gemuk atau pendek akan menarik diri dari lingkungan karena merasa minder. Sikap menarik diri inilah yang menyebabkan anak mudah untuk di bully. Tekanan yang dihadapi akan disikapi berbeda-beda oleh setiap anak, ada yang menanggapi dengan santai tetapi tidak sedikit yang berdampak besar terhadap tingkah laku. Bullying merupakan tindakan yang sering terjadi disetiap tingkatan sekolah, perlunya kesadaran bahaya bullying membutuhkan peran serta pihak sekolah. Tindakan mengantisipasi dapat dilakukan dengan kerjasama antara sekolah dan orang tua. Dengan menjalin komunikasi yang baik akan menyatukan dan memberikan pengertian untuk menghargai perbedaan serta mendorong siswa untuk memahami diri sendiri. Identitas diri di lingkungan sosial mempengaruhi perilaku secara konsisten baik dalam bentuk komunikasi verbal dan non verbal.
Komunikasi manusia beroperasi dalam berbagai konteks dan berbagai tingkatan. Ia bagaikan peredaran darah dalam tubuh, bagi individu, bagi hubungan, bagi kelompok, organisasi dan masyarakat dan padanya ada interaksi antarkonteks dan antartingkat. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 100).
Dampak dari bullying adalah kecemasan, malu, ragu dan hilangnya minat eksporasi, semuanya mengarah ke kerusakan efiksi diri. (Alwisol, 2014: 118).
Reaksi terhadap aksi bullying menghasilkan interaksi yang cenderung agresif. Tidak sedikit peristiwa kekerasan verbal tersebut berujung pada hilangnya nyawa, tindakan ini memiliki konsekuensi jangka panjang dan masa depan siswa akan terancam. Tindakan bullying terjadi minimal melibatkan dua orang yang berada pada situasi aksi dan reaksi, pelaku akan memilih korban yang dianggap lemah dalam memberikan tanggapan dan terus mengulangi perbuatannya. Sedangkan bagi korban akan mengalami perubahan sikap seperti takut untuk ke sekolah, suka menyendiri, menjadi pendiam dan sering menangis. Perilaku tertutup ini menyulitkan orang tua dan guru untuk membantu memulihkan kepribadiannya. Self efficacy atau efiksi diri adalah kepercayaan atau keyakinan individu atas kemampuan dirinya sendiri. Perspektif yang ditinggalkan pelaku dalam benak korban dapat disalah artikan sebagai tindakan balasan atas perlakuan yang pernah dialami.
Menyaksikan bullying di sekolah tanpa memiliki kemampuan untuk membantu teman yang menjadi korban akan meninggalkan rasa ketakutan dan perasaan bersalah. Tekanan psikis ini sama membebankannya dengan menjadi korban. Kecenderungan menjauhi kerumunan teman sebaya menjadi tanda gangguan psikologis siswa, integritas kepribadian dan kemampuan intelektual siswa akan terhambat. Kebutuhan untuk dipahami dan beraktivitas di lingkungan sekolah perlu ditunjang oleh rasa aman dan terlindungi dalam mengekspresikan diri.
Gaya interpersonal juga memainkan peran penting dalam membentuk pola komunikasi yang muncul dalam hubungan. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 290).
Menurut Horney, bahwa manusia kalau mendapat lingkungan yang disiplin dan hangat akan mengembangkan perasaan aman dan percaya diri serta kecenderungan untuk bergerak menuju realisasi diri. Celakanya pengaruh negative pada awal perkembangan sering merusak kecenderungan alami menuju realisasi diri. (Alwisol, 2014: 138).
Hubungan interpersonal antara anak dan orang tua dapat mengembangkan harapan yang mempengaruhi perbuatan dan tindakan, komunikasi verbal tersebut membuat penyimpulan peranan anak di lingkungan sehingga dalam berinteraksi anak meletakkan dirinya masing-masing kedalam diri pihak lainnya, hal inilah yang menumbuhkan sifat empati pada diri anak.
Hubungan di lingkungan sekolah juga dikembangkan oleh komunikasi interpersonal, hubungan timbal balik dan tindakan. Pengalaman interpersonal yang bertentangan diartikan sebagai bentuk ancaman maka timbul upaya pencegahan seperti melawan atau membalas, ini merupakan bentuk pertahanan diri terkait prinsip aktualisasi diri. Kemampuan untuk menghindari perlakuan yang bertentangan dapat mempengaruhi pelaku bullying dalam bertindak. Gambaran yang ada dalam benak siswa, berkembang disetiap masanya dan bersifat kompleks. Perhatian yang intens dari guru dapat mencegah perilaku negatif sedini mungkin sehingga siswa dapat berfikir dan memahami hubungan dengan lingkungan dan sesama.
Situasi yang kondusif di sekolah dapat membantu mengatasi kesendirian dan perasaan terisolasi sehingga siswa dapat merealisasikan diri di lingkungan. Pihak sekolah sebagai orang tua asuh bagi anak dalam dunia pendidikan memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberikan edukasi. Keperdulian guru dibutuhkan untuk memahami, mencegah dan mengatasi bullying sehingga kekerasan verbal ini tidak terus “menjamur” dan merusak mental dan kepribadian siswa. Kegiatan sekolah yang membangun kedekatan dan kerjasama antar siswa merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan. Misalnya pada hari tertentu sekolah dapat mengadakan kegiatan senam bersama atau kegiatan kerja bakti. Saling mengenal dengan baik dapat menumbuhkan rasa saling menyayangi. Adaptasi antar siswa di lingkungan sekolah merupakan hal mendasar yang perlu dipahami setiap warga sekolah. Adaptasi yang baik dapat memelihara komunikasi dan mencegah perilaku mendominasi dan mengendalikan orang lain.
Karakteristik lainnya terkait komunikasi manusia adalah kemampuan kita untuk merefleksikan diri karena kapasitas penggunaan simbol, kita dapat berefleksi diri dan bertindak untuk menetapkan tujuan dan prioritas untuk meraih harapan. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 101).
Masyarakat dapat mendorong atau merintangi aktualisasi diri. Sekolah misalnya, dapat mendorong siswanya mengejar aktualisasi diri dengan memberi siswa kepuasan perasaan aman, kebersamaan dan esteem. (Alwisol, 2014: 209).
Komunikasi tatap muka (face to face communication) antara guru dan siswa, menciptakan komunikasi yang efektif, memberikan peluang untuk mempengaruhi sehingga upaya pencegahan yang dilakukan dapat direspon positif. Interaksi verbal ini dapat mengubah perilaku sesuai yang diharapkan. Pemahaman bahaya bullying pada anak juga dapat dilakukan melalui kegiatan sekolah lainnya seperti mengadakan pentas seni drama. Kegiatan ini memberikan hiburan, keberanian untuk tampil didepan khalayak sekaligus edukasi kepada para siswa. Pentas seni drama di sekolah juga diartikan sebagai bentuk aplikasi dari kreativitas siswa. Dengan menampilkan tokoh pelaku, korban dan saksi akan merangsang pola pikir anak tentang perilaku negatif. Tokoh pelaku sebagai figure antagonis dapat menciptakan imajinasi siswa tentang perilaku dan tindakan yang tidak disukai oleh orang lain. Tokoh korban yang diperankan siswa dapat membangun semangat dan memperbaiki mental siswa bahwa menjadi korban bullying dapat diatasi dengan membangun dan mengubah hubungan dengan lingkungan. Sedangkan tokoh saksi, dapat memahami tindakan apa yang perlu dilakukan jika melihat teman yang menjadi pelaku maupun korban bullying, misalnya dengan melaporkan kejadian kepada guru.
Kegiatan ini juga melibatkan orang tua, sehingga dapat membantu mengintervensi perilaku anak tidak hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan lainnya. Perhatian yang intens dari orang tua dan guru akan merubah persepsi anak tentang power yang ada dalam diri mereka. Pentas seni drama yang dilakukan di sekolah akan meninggalkan “bekas” dalam ingatan siswa. Kegiatan ini juga dapat menumbuhkan rasa kebersamaan sehingga mereka dapat intropeksi diri atas perilaku dan tindakan yang mereka lakukan.
Beraksi, bereaksi dan berinteraksi adalah kegiatan yang paling mendasar dalam komunikasi manusia. Tiga hal ini sangat penting untuk fungsi dasar seperti navigasi dan hubungan orangtua-anak yang sama pentingnya untuk interpretasi, perkembangan kognitif, pengembangan diri, ekspresi diri dan refleksi diri atau renungan diri. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 235).
Dalam persuasi sosial, efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi dan bersifat realistik dari apa yang dipersuasikan. (Alwisol, 2014: 289).
Orang tua yang mendapati anaknya sebagai pelaku bullying tentunya khawatir dengan persepsi dari lingkungan. Julukan yang diberikan seperti anak nakal cenderung permanen atau menetap dalam diri anak. Cara menyikapi hal ini juga berpengaruh kepada mental anak. Jika orang tua menindaklanjuti dengan memberikan sanksi, maka anak akan belajar memberikan sanksi kepada teman mereka yang dianggap tidak sependapat. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan suasana hangat, bersahabat, tidak menyalahkan, memberi dukungan, memberi pengertian dan perhatian yang lebih kepada anak sehingga anak akan mengurangi perilaku agresif dengan sendirinya. Menjadi teman diskusi bagi anak dapat menghindari lonjakan emosional dan anak terbiasa sharing dengan orang tua berbagi cerita untuk menemukan strategi-strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah di sekolah.
Bullying tidak mudah untuk dihilangkan, proses penyesuaian diri, pandangan dan perasaan tentang diri sendiri atau konsep diri (self concept) akan menentukan batasan siswa dalam bertindak. Membantu anak mengatasi problem perilaku adalah tanggung jawab bersama orang tua dan guru. Komunikasi tatap muka memungkinkan siswa memberikan feedback atau umpan balik secara langsung. Tidak mudah menghilangkan bullying di sekolah tetapi dengan tindakan konsisten dari guru dapat memperkecil persentase bullying di sekolah. Siswa yang menjalani kehidupan secara sehat, memiliki motivasi yang besar mencapai masa depan serta memiliki persepsi yang cermat akan lebih fleksibel menghadapi pengalaman dan berani untuk terus mengaktualisasikan diri di lingkungan.
Pola komunikasi berkembang dalam suatu hubungan, hubungan siswa Sekolah Dasar dengan teman sebaya dan guru merupakan hubungan jangka panjang karena akan berlangsung selama enam  tahun masa pendidikan. Waktu yang relatif lama ini akan mempengaruhi pola hubungan warga sekolah. Sikap awal bertemu dan berinteraksi akan berubah melalui serangkaian tahapan seiring kedekatan yang terjalin akan mempengaruhi komunikasi dalam hubungan.

Kesimpulan
Bullying merupakan perilaku dalam bentuk kekerasan verbal yang menjurus ketindak kekerasan non verbal. Pihak-pihak terkait dalam perilaku ini seperti pelaku, korban dan saksi menjadi individu yang perlu perhatian khusus dari guru dan orang tua. Pemahaman atas perilaku ini menjadi acuan untuk siswa menghadapi perilaku yang dihadapi, bagi guru dan orang tua hal ini menjadi dasar dalam mengantisipasi atau mencegah perilaku bullying. Mengenali dan menerima perlakuan yang pantas di lingkungan dapat mengisi pengalaman dan menjadi bimbingan bagi siswa untuk melangkah dalam bersikap positif dan mengaplikasikan aktualisasi diri.
Aktualisasi diri dari pengalaman subjektif dapat membantu siswa untuk menyerap seluruh pengalaman dan mengekspresikan diri secara baik. Semua siswa mengharapkan kehangatan dan penerimaan dari lingkungan agar dapat membuat pilihan yang bermakna dalam kehidupan.
Pada perkembangannya peserta didik atau siswa sekolah akan mengalami perubahan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Di dalam diri siswa terdapat potensi-potensi untuk tumbuh mandiri dan kreatif, hal ini terkait  harga diri (self esteem) yang ingin ditonjolkan, semakin berkembang siswa maka akan lebih mampu mengatasi lingkungannya. Memahami apa yang dipikirkan, dirasakan dan diinginkan dapat membantu menjaga emosi dan perubahan perilaku kepribadian.
Guru dan orang tua memiliki peran besar dalam perkembangan siswa untuk memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah dan merancang masa depan sehingga mampu untuk mempelajari, memperhatikan dan bersosialisasi dengan baik di lingkungan.

Saran
Perlunya edukasi kepada siswa dalam bentuk komunikasi verbal face to face dan dalam bentuk kegiatan penunjang lainnya. Respon guru dan orang tua pada perilaku bullying dapat memfasilitasi perkembangan anak dalam bertindak. Siswa perlu belajar memahami tanggung jawab sosial untuk segera bertindak jika melihat atau mengalami perilaku bullying. Komunikasi dapat mendekatkan sikap siswa dengan sikap lainnya dan juga bisa menjauhkannya. Memotivasi dan memahami kebutuhan siswa seperti kebutuhan rasa aman di lingkungan dapat menjadikan siswa yang berprestasi dan maju.
Pengalaman adalah pengaruh besar terhadap cara siswa memilih dan menafsirkan. Melalui komunikasi verbal, perilaku dan tindakan yang positif menghasilkan siswa yang berpotensi di lingkungan sekolah dan lingkungan sosial lainnya.




Daftar Pustaka

Alwisol, 2014. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press.

Ruben D. Brent, Stewart P. Lea, 2014. Komunikasi dan Perilaku Manusia. 

    Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

KARYA ILMIAH UNIVERSITAS TERBUKA JAKARTA by ALICIA HAMAR DELLA

Menyusun Karya Ilmiah ( KARIL) merupakan salah satu syarat kelulusan di Universitas Terbuka. Jika pada umumnya mahasiswa menyusun Skripsi sebagai salah tugas akhir dalam proses kelulusan, maka tidak demikian dengan Universitas Terbuka.

Mahasiswa Universitas Terbuka di wajibkan membuat Karil yang merupakan hasil karya tulisan mahasiswa itu sendiri, tidak mudah memang tetapi bukan berarti tidak bisa hanya perlu proses saja.

Sebagai mahasiswi Universitas Terbuka saya ingin berbagi contoh Karil yang saya dan teman-teman UT lainnya gunakan dan sudah di upload di UT.

Hanya sebagai contoh ya teman-teman, sebagai mahasiswa tentunya plagiat merupakan hal yang tidak bisa ditolerir termasuk di UT.

Contoh Karil yang saya upload merupakan milik sahabat saya yang juga mahasiswi UT. Terima kasih pada Alicia Hamar Della yang telah memberikan izin untuk menshare Karilnya guna membantu teman-teman mahasiswa lainnya.

Untuk teman-teman UT tetap semangat ya..





KETERBUKAAN KOMUNIKASI VERTIKAL DAN HORIZONTAL DENGAN MENGUSUNG KOMUNIKASI ORGANISASI DI PT BANK CENTRAL ASIA TBK

ALICIA HAMAR DELLA, aliciahamar29@gmail.com
NIM: 017800516
Program Studi Ilmu Komunikasi
FISIP Universitas Terbuka UPBJJ – Jakarta

ABSTRAK

Komunikasi sejatinya tak akan pernah lepas dari kehidupan manusia sejak lahir. Sejak dalam kandungan komunikasi sudah dimulai terjalin antara ibu dan calon bayi melalui asupan makanan yang masuk lewat plasenta. Setelah bayi terlahir di dunia, orang tua selalu menjalin komunikasi dengan bayinya hingga tumbuh dewasa. Demikian pula ketika terjun dalam dunia pekerjaan seperti di PT BCA Tbk, mau tidak mau akan ada komunikasi yang terjalin sesama warga dalam perusahaan tersebut. Karena pentingnya komunikasi dengan warga perusahaan adalah hal yang tidak dapat dipungkiri. Namun kenyataannya selalu terdapat pimpinan perusahaan atau warga perusahaan yang tidak terbuka lebar untuk berkomunikasi dalam organisasi. Selain itu terdapat pula warga perusahaan yang segan mengeluarkan ide atau sarannya. Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis berusaha memaparkan keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal dalam organisasi. Karena komunikasi merupakan unsur terpenting dalam memajukan visi dan misi organisasi. Untuk mencapai tujuan organisasi, atasan dengan bawahan serta sesama bawahan harus saling mendukung satu sama lain caranya dengan komunikasi. Komunikasi yang efektif dapat terwujud jika ada keterbukaan.

Kata Kunci: Komunikasi Vertikal, Komunikasi Horizontal

Pendahuluan
Organisasi adalah komposisi sejumlah orang-orang yang menduduki posisi atau peranan tertentu, di antara orang-orang ini saling terjadi pertukaran pesan melalui jalan tertentu yang dinamakan jaringan komunikasi. Suatu jaringan komunikasi berbeda dalam besar dan strukturnya misalnya mungkin hanya di antara dua orang, 3 atau lebih dan mungkin juga diantara keseluruhan orang dalam organisasi, bentuk struktur dari jaringan itupun juga akan berbeda–beda. Menurut jaringan komunikasi formal, pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hierarki resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan, pesan dalam jaringan komunikasi formal biasanya mengalir dari atas ke bawah (Downward communication), dari bawah ke atas (Upward communication) atau dari tingkat yang sama atau secara horizontal (Horizontal communication) (Arni Muhammad, 2015: 102 – 108).
            “Arus informasi ke bawah digunakan oleh para manajer untuk menyampaikan berbagai jenis pesan komunikasi” (Katz dan Khan, 1978; Gibson Hodgetts, 1991). Komunikasi vertikal cenderung menjadi dua arah–tidak hanya satu arah seperti aliran klasik. Komunikasi horizontal atau komunikasi mendatar (lateral communication) berlangsung diantara para pejabat dari devisi yang berbeda, namun setingkat dalam struktur hierarkis. Dalam praktik, komunikasi horizontal kurang mendapat perhatian, bila dibandingkan dengan komunikasi ke atas apalagi komunikasi ke bawah, padahal kedudukan komunikasi horizontal kini semakin penting. Menurut temuan Phillip V. Lewis (1976: 68) “komunikasi horizontal dalam praktik adalah sebanyak 67% dari seluruh komunikasi organisasi” (Andre Hardjana, 2016: 145 – 152).
            Mencoba menarik benang merah dari kedua buku diatas, dapat dikatakan bahwa pada kegiatan organisasi pastinya tak luput dari aktivitas komunikasi yang terjaring didalamnya. Kegiatan komunikasi sangat berperan penting untuk menunjang kinerja pejabat serta karyawan perusahaan khususnya PT BCA Tbk, maka terdapat struktur organisasi yang menjadi acuan dalam menerapkan arus komunikasi organisasi. Pada struktur tersebut sudah tergambar pembagian departemen atau divisi, posisi, jabatan, fungsi serta pembagian kerja, pada semua elemen organisasi ini yang saling membutuhkan satu sama lain. Bentuk arus komunikasi yang diterapkan antara atasan dengan bawahan dan bawahan dengan atasan adalah komunikasi vertikal, sedangkan arus komunikasi antar departemen dan sesama jabatannya adalah komunikasi horizontal. Kedua arus komunikasi mempunyai jenis, fungsi, kedudukan, serta metode masing-masing untuk mensukseskan komunikasi dalam organisasi.
Isi
            Menurut Lewis (1987) “komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan”. Arus komunikasi daripada atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya faktor keterbukaan, kurangnya sifat terbuka diantara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan (Arni Muhammad, 2015: 108 – 110).
             Banyak perusahaan merancang kebijakan keterbukaan, namun tidak berarti bahwa komunikasi ke atas bebas dari berbagai hambatan. Valorie McClelland (1988) dalam laporan penelitian berjudul ‘Upward commu-nication: Is Someone Listening’ “menemukan tiga hambatan salah satunya adalah takut balasan, pengalaman karyawan menunjukan bahwa hadiah umumnya diberikan kepada mereka yang mendukung keputusan para manajer. Karyawan menjadi takut menyuarakan pikiran atau berbeda pendapat dengan atasan.” Bawahan mempunyai persepsi yang berbeda-beda tentang kepentingan, makna, dan arti dari pesan–pesan komunikasi (Andre Hardjana, 2016: 147 – 150).
            Keterbukaan komunikasi dalam organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sifat kepercayaan satu sama lain pada seluruh elemen organisasi terutama kepercayaan pimpinan ke karyawan. Sifat kepercayaan ini bisa muncul pada saat proses pengiriman pesan ataupun penerimaan pesan dari atasan ke bawahan atau dari bawahan ke atasan atau setingkat. Kepercayaan juga harus menuju pada isi pesan yang disampaikan. Isi pesan dapat berupa lisan dan tulisan. Contoh pesan berupa tulisan yaitu surat–menyurat, hasil notulen pada rapat atau kegiatan pertemuan lainnya, selain itu memo, bukti pekerjaan yang dituangkan dalam tulisan, alat media periklanan produk perusahaan seperti brosur, leaflet dan lain sebagainya, serta dokumen–dokumen penting lainnya. Isi pesan dalam bentuk lisan, seperti melakukan seminar, rapat, presentasi pekerjaan, komunikasi lewat telepon dan lain sebagainya.
            Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang mengunakan alat–alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dengan tatap muka. Hal ini menjadikan pimpinan lebih banyak menyampaikan pesan secara tertulis berupa buletin, manual, yang mahal–mahal, buklet, dan film sebagai pengganti kontak personal secara tatap muka antara atasan dan bawahan (Arni Muhammad, 2015: 111).
            Persepsi dipengaruhi oleh cara karyawan atau atasan berbicara tentang orang, benda–benda, dan peristiwa–peristiwa. Namun kepercayaan karyawan atau pimpinan, apa yang dipercayai, mengubah persepsi karyawan dan pimpinan (Andre Hardjana, 2016: 61).
Kepercayaan sangat penting diterapkan dalam segala kegiatan organisasi, tak terbayangkan jika dalam sebuah organisasi tidak ada kepercayaan maka perusahaan tidak akan berdiri lama. Selain sifat kepercayaan, dalam memperoleh keterbukaan komunikasi organisasi adalah sifat kejujuran. Kejujuran dalam menyampaikan laporan pekerjaan sesuai dengan kenyataan, tidak dibuat–buat dan apa adanya. Seperti halnya pemimpin perusahaan melaporkan hasil kinerja perusahaan yang tidak memenuhi target perusahaan kepada karyawannya secara jujur.
Timming atau ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan. Pesan seharusnya dikirimkan ke bawah pada saat saling menguntungan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan karyawan. Tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada saat dibutuhkan karyawan maka mungkin akan mempengaruhi kepada efektivitasnya (Arni Muhammad, 2015: 112).
Terkait faktor ketepatan waktu. Jadi waktu penyampaian yang tepat juga mempengaruhi arus komunikasi vertikal maupun horizontal. Sebagai komunikator atau sumber pengirim pesan, harus pintar membaca situasi dan kondisi terhadap lawan yang akan menerima pesan, intinya jangan sampai mengganggu pekerjaan pimpinan atau sesama karyawan.
Dalam keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal terdapat tiga hambatan menurut Valorie McClelland salah satunya adalah “penyaringan, karyawan merasa ide dan kepedulian yang disampaikan kepada para penyelia diubah dan disaring sebelum disampaikan pada manajer. Penyaringan informasi dilakukan atas dasar kepentingan pribadi dan jabatan, sehingga pesannya menyimpang” (Andre Hardjana, 2016: 150).
Tetapi dibalik hambatan dalam komunikasi vertikal dan horizontal, keterbukaan komunikasi dalam organisasi juga dipengaruhi oleh penyaringan pesan. Penyaringan yang dimaksud adalah proses memilah pesan dalam kegiatan komunikasi setelah pesan diterima namun sebelum adanya timbal balik. Komunikasi yang berasal dari atasan tidak semuanya dapat diterima oleh bawahan. Hal ini juga dapat menyangkut faktor kepercayaan antara atasan dengan bawahan atau sebaliknya dan setingkat. Karena kepercayaan akan mempengaruhi proses penyaringan pesan khususnya pada atasan dan bawahan dalam komunikasi organisasi.
Faktor lainnya yang mempengaruhi keterbukaan komunikasi dalam organisasi adalah persamaan persepsi. Menjamin pemahaman yang sama. Bila perubahan dalam suatu organisasi diusulkan, maka perlu ada pemahaman yang sama antara unit–unit organisasi atau anggota unit organisasi tentang perubahan itu. Untuk ini mungkin suatu unit dengan unit lainnya mengadakan rapat untuk mencari kesepakatan terhadap perubahan tersebut (Arni Muhammad, 2015: 122).
Pembentukan persepsi berlangsung melalui proses indrawi, seleksi, organisasi, dan penafsiran stimulus. Daya tangkap panca indera manusia memiliki keterbatasan, sehingga hanya mampu memproses sebagian dari stimulus–stimulus yang menerpanya. Sifat selektif dari persepsi membuat pimpinan atau bawahan hanya memfokuskan perhatian pada jumlah stimulus yang sangat terbatas untuk diproses. Seleksi dilakukan atas dasar minat, daya tarik, dan kemanfaatan (Andre Hardjana, 2016: 61).
Persepsi atau tanggapan merupakan hasil daya tangkap atas pesan–pesan yang sudah diterima kemudian akan menjadi feedback. Seperti halnya karyawan PT BCA Tbk yang menerima informasi dari pimpinan, selanjutnya pimpinan memberikan informasi yang sama kepada karyawan lainnya. Maka hasil dari masing–masing persepsi karyawan akan berbeda. Tugas selanjutnya demi mencapai keterbukaan komunikasi dalam organisasi adalah tugas pimpinan untuk menyamakan persepsi antar karyawannya agar memperoleh satu tujuan organisasi.  
Faktor yang mendukung juga diperlukan untuk menyempurnakan keterbukaan komunikasi dalam organisasi khususnya PT BCA Tbk. Kemampuan menggunakan komunikasi verbal secara efektif merupakan hal terpenting bagi karyawan dan pimpinan. Dengan adanya komunikasi verbal memungkinkan pengidentifikasian tujuan, pengembangan strategi dan tingkah laku untuk mencapai tujuan (Arni Muhammad, 2015: 95).
“Komunikasi kita menggunakan bahasa (verbal) untuk mengungkapkan persepsi kita. Bahasa mestinya dapat seutuhnya mencerminkan dan memaparkan apa yang karyawan dan pimpinan bicarakan” (Haney, 1967). Orang tidak pernah dapat berhenti berkomunikasi. Charles Redding dan George Sanborn (1964) menegaskan bahwa “komunikasi berjalan terus, dikehendaki atau tidak, sebab orang lain terus akan memaknai apa yang dikatakan dan apa yang tidak dikatakan, yang dilakukan atau tidak dilakukan.” Pesan nonverbal mencapai sepuluh kali lipat pesan verbal, ketika karyawan dan pimpinan mencoba mengungkapkan perasaan atau sikapnya terhadap karyawan dan pimpinan lain (Andre Hardjana, 2016: 62 – 63).
Komunikasi yang baik memerlukan kemampuan dalam mengolah suara, hal ini sangat penting karena dengan adanya perbedaan pada volume suara, intonasi suara, serta artikulasi suara, semua pesan yang telah disampaikan menjadi jelas dan tepat pada sasaran. Dalam organisasi apabila seorang karyawan yang sedang berkomunikasi dengan pimpinan, karyawan tersebut harus berbicara lugas, dengan intonasi suara yang baik atau tidak tergesa–gesa, serta dengan volume suara yang tidak terlalu tinggi. Tujuannya yaitu agar lebih sopan dan beretika dalam berkomunikasi dengan pimpinan, begitu pula pimpinan dengan karyawan serta dengan teman setingkat.
Bahasa nonverbal dalam komunikasi organisasi juga diperlukan. Bahasa nonverbal atau yang biasa disebut bahasa tubuh. Bahasa tubuh ini dapat memperkuat pesan yang berasal dari lisan. Diperkuatnya dengan bahasa tubuh bukan berarti dalam pengirim pesan selalu menggunakan bahasa nonverbal. Pada kegiatan pesan–pesan yang dikirimkan oleh atasan ke bawahan dan sebaliknya atau setingkat, komunikasi nonverbal hanya sebagai pelengkap tidak diutamakan namun menjadi penunjang komunikasi verbal. Seperti kejadian di PT BCA Tbk, karyawan yang ingin bertemu dengan atasannya namun bawahan tersebut hanya melihat atasannya yang sedang sibuk dalam ruangan tersendiri, maka dalam komunikasi nonverbal gerakan tersebut memiliki arti bahwa atasan itu tidak bisa diganggu oleh siapapun terkait hal yang sedang dikerjakannya.
Menurut Smith (Goldhaber, 1986) “komunikasi ke atas berfungsi sebagai balikan bagi pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan bagi departemennya atau organisasinya” (Arni Muhammad, 2015: 117).
Umpan balik merupakan saluran mekanisme bagaimana sebuah sistem dapat mempertahankan kemapanan kondisi. Informasi tentang keluaran atau proses dalam sistem itu diumpankan kembali sebagai masukan ke dalam sistem, sehingga menghasilkan perubahan dalam proses transformasi dan/atau hasil keluaran di kemudian hari. Contoh: kepercayaan atasan dapat mengangkat motivasi kerja karyawan, sehingga karyawan bekerja lebih produktif, yang membuat kepercayaan atasan lebih besar, dan seterusnya (Andre Hardjana, 2016: 115).
Dalam mendukung keterbukaan komunikasi organisasi vertikal dan horizontal dibutuhkan umpan balik baik dari karyawan ke atasannya atau sebaliknya. Pesan yang dikirim karyawan terhadap pimpinannya merupakan respon dari proses komunikasi. Hal ini dapat berupa pelengkap atau tambahan informasi, serta tindakan–tindakan lain yang menyangkut pesan sebelumnya. Umpan balik penting dalam menunjang proses komunikasi, agar tercapainya tujuan organisasi.
Komunikasi vertikal dan horizontal mempunyai tujuan tertentu, diantaranya adalah saling membagi informasi untuk perencanaan dan aktivitas–aktivitas. Ide dari banyak karyawan biasanya akan lebih baik dari pada ide satu karyawan. Oleh karena itu dalam komunikasi organisasi sangatlah diperlukan untuk mencari ide yang lebih baik. Dalam merancang suatu program latihan atau program hubungan dengan masyarakat, anggota–anggota dari berbagai divisi perlu saling membagi informasi untuk membuat perencanaan apa yang akan lakukan oleh divisi terkait program latihan (Arni Muhammad, 2015: 123).
Membangun kesamaan informasi, para pimpinan sering bertemu untuk menambah dan melengkapi informasi yang dimiliki tentang kebijakan perusahaan. Kesamaan pengertian dan informasi dapat membantu perencanaan dan menghindarkan perselisihan paham tentang tindakan yang harus diambil (Andre Hardjana, 2016: 155).
Pemersatu isi pesan atau kesamaan isi pesan dalam hubungan komunikasi vertikal dan horizontal bersangkutan pada kualitas dalam pengiriman dan penerimaan pesan. Semakin jelas pesan yang dikirim dari atasan ke bawahan atau sebaliknya maka isi pesan akan diterima dengan utuh dan ada kesamaannya. Manfaatnya adalah untuk menyamakan persepsi dalam menentukan tujuan komunikasi. Selain itu apabila semua komunikasi sudah terbuka kemudian seluruh pesan dipilah dan kemudian diambil satu pesan yang dinyatakan sesuai atau benar. Dalam kegiatan PT BCA Tbk saat melakukan rapat pertemuan antar divisi. Ketika didalam rapat diperlukan pendapat para karyawan, maka pendapat masing–masing akan berbeda, dan dari hasilnya pimpinan akan mengambil poin–poin yang dianggap penting. Pada hasilnya tersebut, pimpinan sudah menjalankan tugas untuk menyatukan isi pesan.
Tujuan keterbukaan komunikasi selanjutnya ialah memecahkan masalah yang timbul di antara orang–orang yang berada dalam tingkat yang sama atau berbeda tingkat. Dengan adanya keterlibatan dalam memecahkan masalah akan menambah kepercayaan dan moral dari karyawan (Arni Muhammad, 2015: 123).
Semua komunikasi pasti memiliki tujuan. Tujuan keterbukaan komunikasi dalam organisasi selanjutnya adalah sebagai pemecahan masalah, dalam tujuan ini diharapkan semua kegiatan komunikasi yang dilakukan pada organisasi dapat memecahkan masalah. Dalam masalah di PT BCA Tbk terdapat laporan penjualan perusahaan yang tidak mecapai target. Pimpinan yang pertama menerima pesan tersebut sangat khawatir, pesan itu akhirnya pimpinan bagikan kepada teman setingkatnya atau pimpinan divisi lainnya. Secara langsung semua pimpinan dalam organisasi melakukan keterbukaan komunikasi, maka setelah semua pimpinan mengetahui masalahnya kemudian saatnya menyampaikan pesan tersebut kepada seluruh karyawan. Dengan merundingkan dengan semua warga perusahaan maka tujuannya untuk mencari jalan keluar atas masalah yang sedang dihadapi atau disebut sebagai pemecahan masalah.
Banyak konflik muncul karena salah persepsi dan salah pengertian. Pertemuan pemimpin antar divisi dapat mengurangi garis demarkasi atau pengkotak–kotakan karyawan, menciptakan saling pengertian dan menghindarkan konflik karena salah informasi. Konflik antar unit dan divisi, misalnya tentang anggaran, dapat diatasi dengan negosiasi antar pimpinan setingkat lewat kesepakatan skala prioritas (Andre Hardjana, 2016: 154).
Dibalik pemecahan masalah terdapat tujuan komunikasi vertikal dan horizontal lainnya yaitu menyelesaikan konflik. Ketika dalam komunikasi antar divisi terdapat perbedaan isi pesan yang diterima dari pimpinan, maka langkah berikutnya ialah mencari perbedaan tersebut dengan seksama. Jika sudah nememukannya titik perbedaannya maka artinya konflik sudah diselesaikan.
            Dalam komunikasi organisasi tidaklah baik jika terlalu terbuka atau terlalu tertutup dalam memberikan dan menerima informasi, tetapi perlu menyesuaikan dengan tingkat keterbukaan sistem terhadap lingkungan dalam memberikan respon terhadap suatu situasi dengan hati–hati (Arni Muhammad, 2015: 52).
Dalam sistem komunikasi organisasi yang terbuka, pembentukan jaringan hubungan dipengaruhi oleh sikap, keterampilan, dan semangat (morale) dan kepuasan antar anggota. Komunikasi organisasi sebagai proses pertukaran pesan antar para anggota organisasi berlangsung sebagai ‘aliran arus’ sungai yang tak pernah henti (flux) dan terkait dengan perilaku dan kegiatan–kegiatan organisasi. sebuah sistem komunikasi organisasi dibangun dan diperlihara dengan cermat oleh pimpinan organisasi, karena diasumsikan mempunyai dampak positif pada efisiensi dan efektivitas kerja organisasi (Andre Hardjana, 2016: 46 – 177).
Komunikasi dalam organisasi merupakan cara jitu untuk mencapai tujuan perusahaan. Pelaku organisasi adalah pimpinan dan seluruh karyawan yang terdapat didalam perusahaan. Semua yang masuk dalam organisasi artinya sepakat untuk mencapai tujuan bersama tanpa terkecuali. Maka dengan keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal dalam organisasi diharapkan terciptanya komunikasi yang efektif dan efisien.

Kesimpulan
            Dalam komunikasi organisasi didalamnya melibatkan hubungan vertikal dan horizontal. Demi terciptanya hubungan yang harmonis dan hubungan erat dalam organisasi. Dalam hal ini komunikasi organisasi memerlukan keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal.
            Keterbukaan komunikasi dianggap penting karena memiliki banyak manfaat untuk menuju visi dan misi organisasi yang telah diciptakan bersama. Keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal dalam kegiatan apapun harus didampingi dengan rasa tanggung jawab yang besar terhadap kejadian komunikasi tersebut. Selain itu kerjasama dalam organisasi juga diperlukan, karena di dalam komunikasi akan menimbulkan keikutsertaan atau partisipasi antarpersonal, partisipasi ini kemudian akan melahirkan kerjasama.
Selanjutnya faktor paling penting yang mempengaruhi keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal adalah kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan, keterbukaan komunikasi dalam organisasi tidak akan berjalan dengan baik atau memiliki banyak distorsi.
            Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam komunikasi organisasi timbul kebutuhan karyawan yang melibatkan kebutuhan organisasi. Maka bisa dikatakan bahwa satu sama lain saling membutuhkan. Terkait hal tersebut keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal menunjang seluruh pekerjaan atau tugas dan fungsi dalam organisasi.

Saran
1.    Setiap individu dalam organisasi diharapkan memiliki sifat aktif, karena terjadinya komunikasi diawali dengan sifat proaktif. Apabila tidak memiliki sifat proaktif maka komunikasi menjadi pasif atau bahkan tidak terjadi komunikasi.
2.    Menjaga dan menciptakan sistem komunikasi yang efektif dan efisien dalam organisasi dengan berpatokan pada tujuan organisasi.
3.    Menjaga hubungan erat serta harmonis dalam organisasi sangat penting, selain itu faktor ketergantungan menunjukan adanya kebutuhan sosial antar pimpinan dengan para karyawannya, hal ini demi pencapaian tujuan organisasi.



Daftar Pustaka
Muhammad, Arni. 2015. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hardjana, Andre. 2016. Komunikasi OrganisasiStrategi dan Kompetensi. Jakarta: Buku Kompas.

Monday, September 18, 2017

Persiapan Analis Sistem Informasi di suatu perusahaan

Perusahaan tempat Anda bekerja ingin mengganti sistem informasi yang lama, karena ingin meningkatkan efektivitas manajemen, produktivitas atau meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada langganan. Apa yang akan Anda perbuat apabila Anda sebagai Analis Sistem Informasi di perusahaan tersebut.
1.      Tahap awal.
Tahap awal sebagai analis saya akan mencari informasi mengenai kendala ataupun hal-hal yang berkaitan dengan menajemen yang perlu ditingkatkan. Misalnya perusahaan telekomunikasi yang mengalami penurunan konsumen penggunanya. Sebagai analis, saya mencari tahu kebutuhan konsumen dan kendala yang mungkin terjadi di lapangan, misalnya sinyal yang buruk atau pun tarif yang bersaing dengan provider lain kemudian menetapkan metode yang akan digunakan untuk menunjang proses analisis.
2.      Persiapan Proposal.
Kemudian setelah diketahui informasi yang dibutuhkan, selanjutnya saya mengajukan proposal yang akan saya ajukan ke perusahaan. Proposal ini berkaitan dengan perencanaan program kerja analis system informasi, waktu yang dibutuhkan dalam proses analisis, lokasi yang digunakan sebagai sampel dan biaya yang dibutuhkan oleh analis.
3.      Sumber-sumber data untuk Analisis Sistem.
Sumber data yang digunakan adalah konsumen provider X dengan membandingkan konsumen provider Y dan Z. Dalam analisis produktivitas, efektivitas serta meningkatkan pelayanan maka analis juga mengupayakan data sampel dari provider lainnya untuk mendapatkan pengakuan sehingga dapat diketahui hambatan atau masalah secara langsung. Selain itu dengan memfokuskan spesifikasi konsumen maka dapat membantu atau mempelajari efektivitas sistem. Kaitan efektivitas sistem ini adalah membantu merancang gagasan untuk memperbaiki kekurangan sebelumnya.
            Sumber data ini terbagi menjadi 2, yaitu :
                               I.            Sumber internal.
Yang menjadi bagian dari sumber internal adalah seluruh tingkatan yang menjadi bagian perusahaan telekomunikasi provider X.
                            II.            Sumber Eksternal.
Sedangkan yang menjadi sumber eksternal adalah konsumen pengguna provider X, distributor, direct selling, sales dan konsumen pengguna provider lainnya.
4.      Membuat kerangka pengumpulan data/ fakta.
Setelah mengetahui sumber analisis yang akan digunakan maka selanjutnya membuat kerangka kerja yaitu pengumpulan data/ fakta yang didapat di lapangan. Beberapa kerangka kerja yang dapat digunakan, yaitu :
I.                   Analisis tingkat keputusan.
II.                Analisis arus informasi.
III.             Analisis Input/ Output.
Terkait analisis provider X maka analis menggunakan Analisis Arus Informasi yaitu berusaha mengidentifikasi informasi yang diperlukan oleh siapa dan dari mana informasi tersebut dapat diperoleh.
Misalnya analis mengidentifikasi informasi yang didapat dari konsumen yang menggunakan provider X yang menganggap sinyal yang buruk dan mahalnya tarif selain itu jaringan yang tidak diperbaharui mengikuti standart jaringan yang telah ditetapkan sebagai kendala bagi pengguna.
Berdasarkan analisis arus informasi juga akan didapatkan mengenai kinerja dari pegawai  perusahaan provider X yang mempengaruhi efektivitas manajemen. Kinerja yang buruk akan berdampak pada menurunnya produktivitas kerja dan secara langsung akan menghambat pelayanan kepada konsumen atau pelanggan.
5.      Resiko-resiko yang dihadapi selama pengumpulan data.
Setiap analis akan menghadapi resiko kerja selama pengumpulan data. Ada tiga resiko yang akan dihadapi oleh analis, yaitu :
I.                   Pengguna data yang tidak benar atau tidak terarah.
Perusahaan provider X tentunya memiliki data pelanggan namun ketidak keakuratan data tersebut menjadi salah satu akibat dari buruknya kinerja pegawai. Data merupakan hal yang penting bagi perusahaan oleh sebab itu dibutuhkan data yang valid menganalisis sistem informasi dalam suatu perusahaan.
II.                Membuat anggapan yang tergesa-gesa.
Sebagai analis memerlukan waktu yang cukup sesuai dengan due date yang telah ditetapkan dalam proposal oleh sebab itu seorang analis harus memiliki pengetahuan tentang fungsi organisasi atau perusahaan yang sedang dianalisis. Resiko ini dapat diperkecil dengan cara menuliskan anggapan tentang sistem atau subsistem untuk kemudian meminta pengguna atau analisis lain meninjaunya kembali.
III.             Memeriksa setiap sumber potensial.
Waktu yang sesuai dengan due date juga terkait dengan penggunaan dana dalam proses analisis sistem informasi. Semakin lama waktu yang digunakan maka akan semakin besar biaya yang dibutuhkan.
6.      Teknik-teknik menganalisis data.
Teknik dalam menganalisis data berbeda-beda sesuai dengan kebutuhahan analis. Misalnya analis tanggung jawab berkenaan dengan kegiatan pemasaran, analis kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh manajer, analis posisi manajemen sehubungan dengan laporan penjualan dan lain sebaginya.
7.      Pelaporan hasil.
Pelaporan hasil analisis sistem informasi merupakan hal yang dibutuhkan perusahaan terkait :
I.                   Pernyataan kembali alas an dan luas lingkup analisis.
II.                Penjelasan singkat mengenai sistem yang digunakan, kendala yang timbul di lapangan.
III.             Pernyataan kembali tentang tujuan dan batasan dalam menganalisis.
IV.             Penjelasan tentang masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh analis.
V.                Saran yang berkaitan dengan sistem yang digunakan analis.
VI.             Proyeksi sumber daya yang digunakan dan dana yang telah dikeluarkan selama proses penganalisisan.
8.      Aspek kelayakan
Aspek kelayakan ini dikategorikan dalam 4 golongan, yaitu :
I.                   Kelayakan Teknis
                                                        i.            Perangkat keras (komputer)
                                                      ii.            Perangkat lunak, yaitu metode atau tenik, program computer dan sistem pengoperasiannya.
II.                Kelayakan Ekonomi.
Menentukan apakah sistem yang akan dilaksanakan sepadan dengan waktu, biaya dan sumber yang dikeluarkan.
III.             Kelayakan Operasional.
Kelayakan ini berkaitan dengan sistem yang dipergunakan apakah sudah sesuai dengan sumber daya manusia dan prosedur yang sudah ada.
IV.             Kelayakan Jadwal.
Kelayakan jadwal berarti bahwa analis memperkirakan bilamana sistem yang telah dirancang dapat dilaksanakan.
9.      Hasil Akhir Dari Analisis Sistem.
Pada tahap akhir ini, analis memiliki 5 alternatif yang dapat dilakukan sehubungan dengan hasil analisis sistem, yaitu :
I.                   Membatalkan
II.                Menangguhkan
III.             Modifikasi
IV.             Pelaksanaa bersyarat
V.                Pelaksanaan tanpa syarat.
Sebagai seorang analis, dalam hal ini dicontohkan sebagai analis provider telekomunikasi, alternatif tersebut dapat dipilih sesuai dengan hasil sistem yang telah dijalankan.