Kegiatan
Belajar 2. Pengertian tentang Ilmu dan
Teori dalam Komunikasi
Banyak definisi
tentang ilmu yang dirumuskan oleh para ahli, yang mempunyai penekanan yang
berbeda, antara lain :
1. Ilmu
adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematik, pengetahuan dari mana
dapat disimpulkan dalil tertentu menurut kaidah umum, (Nazir, 1988)
2. Konsepsi
ilmu pada dasarnya mencakup 3 hal : adanya rasionalitas, dapat digenerelisasi,
dan dapat disistematisasi, (Shapere, 1974)
3. Pengertian
ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif, dan konsistensi dengan
realitas social, (Alfred Schutz,1962).
4. Ilmu
tidak hanya merupakan suatu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis,
tetapi juga merupakan suatu metodologi, (Tan, 1954).
Pengertian ilmu dalam dunia limiah menuntut 3 ciri,
yaitu :
1. Ilmu
harus berdasarkan pada logika.
2. Harus
terorganisasi secara sistematik.
3. Ilmu
harus berlaku umum.
Pengertian ilmu
pada dasarnya sama dengan pengertian komunikasi hanya objek difokuskan pada
peristiwa komunikasi antar manusia. Menurut Berger dan Chaffee, pengertian ilmu
komunikasi memberikan 3 pokok pikiran, yaitu :
1. Objek
pengamatannya adalah produksi, proses dan pengaruh dari system tanda dan
lambang dalam konteks kehidupan manusia.
2. Bersifat
ilmiah-empiris (scientific) harus
berlaku umum.
3. Bertujuan
menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari
system tanda dan lambang.
Secara umum
istilah teori dalam ilmu social mengandung beberapa pengertian sebagai berikut
:
1. Teori
adalah abstraksi dari realitas.
2. Teori
terdiri dari sekumpulan prinsip dan definisi yang secara konseptual mengorganisasikan
aspek dunia empiris secara sistematis.
3. Teori
terdiri dari asumsi, proposisi dan aksioma dasar yang saling berkaitan.
4. Teori
terdiri dari teorema yakni generalisasi yang diterima/ terbukti secara empiris.
Menurut
Littlejohn (1987, 1989, 2002) penjelasan dalam teori berdasarkan pada “prinsip keperluan” (the principle of
necessity), yakni suatu penjelasan yang menerangkan variabel apa yang
mungkin diperlukan untuk menghasilkan sesuatu.
Prinsi keperluan
ini ada 3 macam, yaitu :
1. Causal necessity
(keperluan kasual), berdasarkan asas sebab-akibat. Misalnya karena ada Y dan Z
maka terjadi X
2. Practical necessity (keperluan
praktis). Misalnya Y dan Z bertujuan untuk, atau praktis akan, menghasilkan X.
3. Logical necessity (keperluan
logis), Y dan Z secara konsisten dan logis akan selalu menghasilkan X.
Menurut Abraham
Kaplan (1964), sifat dan teori adalah bukan semata untuk menemukan fakta yang
tersembunyi tetapi untuk melihat fakta,mengorganisasikan, serta mereprentasikan
fakta tersebut.
Teori yang baik
adalah yang konseptualisasi dan didukung oleh fakta serta diterapkan dalam
kehidupan nyata.
Menurut
Littlejohn, teori juga mempunyai fungsi yaitu :
1. Mengorganisasikan
dan menyimpulkan
2. Memfokuskan
3. Menjelaskan
4. Mengamati
5. Membuat
prediksi. Fungsi prediksi ini penting bagi bidang kajian terapan seperti
persuasi dan perubahan sikap, komunikasi dalam organisasi, dinamika kelompok
kecil, periklanan, “public relations”
dan media massa.
6.
Heuristic
atau
heurisme. Teori yang baik diciptakan
merangsang timbulnya upaya penelitian selanjutnya.
7. Komunikasi
8. Kontrol
/ Mengawasi. Bersifat normatif, dengan kata lain teori dapat berfungsi sebagai
sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku kehidupan manusia.
9. “Generatif”.
Fungsi ini menonjol dikalangan pendekatan interpretative dan teori kritis.
Berfungsi juga sebagai sarana perubahan social dan cultural, serta sarana untuk
menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.
Proses
pengembangan atau pembentukan teori umumnya mengikuti model pendekatan
eksperimental, yang biasa disebut hypothetico-deductive
method ( metode hipotetis-deduktif), proses pengembangan melibatkan 4
tahap, yakni :
1. Developing questions
(mengembangkan pertanyaan)
2. Forming hypotheses
(menyusun hipotesis)
3. Testing the hypotheses
(menguji hipotesis)
4. Formulating theory
(memformulasikan teori).
Ada beberapa
patokan yang dijadikan tolak ukur dalam mengevaluasi kesahihan teori, yaitu :
1. Cakupan
teoristis (theoretical scope). Apakah
suatu teori yang dibangun memiliki prinsip “generality”
atau keberlakuan umum.
2. Kesesuaian
(appropriateness). Apakah isi teori
sesuai dengan pertanyaan/ permasalahan teoristis yang diteliti.
3. Heuristic.
Apakah suatu teori dibentuk punya potensi untuk menghasilkan penelitian atau
teori lain yang berkaitan.
4. Validitas
atau konsistensi internal dan eksternal. Mempersoalkan apakah konsep dan
penjelasan teori konsisten dengan pengamatan (internal), apakah teori didukung
oleh teori sebelumnya (eksternal).
5. Kesederhanaan
(parsimory). Bahwa teori yang baik
berisikan penjelasan yang sederhana.
Sumber :
Modul UT SKOM
4204
No comments:
Post a Comment