Homophili adalah derajat persamaan dalam
beberapa hal tertentu seperti keyakinan, nilai, pendidikan, status sosial dll
antara pihak-pihak yang saling beriteraksi.
Berdasarkan
prinsip homophili, sorang individu cenderung berinteraksi dengan individu lainnya
yang serupa dalam karakteristik sosialnya. Dodd ( 1982: 168-170) membuat
klasifikasi tentang dimensi homofili, antara lain :
1. Homofili
dalam penampilan.
2. Homofili
dalam latar belakang.
3. Homofili
dalam sikap.
4. Homofili
dalam kepribadian.
5. Homofili
dalam nilai.
Menurut Rogert dan Kincaid
heterophili adalah derajat perbedaan dalam beberapa hal tertentu antara
pasangan-pasangan individu yang saling berinteraksi. Dalam berinteraksi
tentunya kita akan banyak menemukan perbedaan dalam berkomunikasi, oleh sebab
itu dibutuhkan toleransi dalam berkomunikasi sehingga komunikasi dapat berjalan
dengan baik.
Contoh kasus heteropili dapat kita
lihat dari kasus yang pernah diliput di media massa, yaitu kasus penyanyi
dangdut Cita citata yang dianggap menghina Papua. Kasus ini bermula saat artis tersebut
diwawancarai disela-sela kesibukannya. Pada mulanya, awak media yang sedang
meliput, bertanya pada Cita citata yang sedang menggunakan kostum Papua mengapa
tidak menggunakan coretan diwajah layaknya penampilan adat masyarakat Papua.
Kemudian Cita citata pun menjawab ”cantik harus tetap dicantikin mukanye, nggak
kayak Papua kan? ”.
Pernyataan tersebut mengundang
reaksi keras dari masyarakat Papua yang dianggap melecehkan budaya Papua.
Perbedaan antara budaya Cita dan masyarakat
Papua membuat kasus ini dianggap sebagai penghinaan. Bagi Cita mungkin
perkataannya hanya sebatas candaan tanpa ada maksud untuk menghina karena
umumnya bagi individu yang biasa tinggal dikota besar seperti Jakarta,
seringkali melakukan candaan dalam banyak hal. Namun hal tersebut dinilai
berbeda oleh masyarakat Papua. . Kasus ini menimbulkan pro kontra dan polemik
dimasyarakat hingga dilaporkan ke komisi X DPR, Komnas HAM dan Divisi kejahatan
Siber Polda Metro Jaya.
Menurut saya tidak ada yang salah dalam
kasus tersebut hanya perbedaan persepsi yang menimbulkan perbedaan pandangan.
Kasus ini seharusnya tidak sampai ke Polda Metro Jaya dan Komisi X DPR karena
dapat diselesaikan atau dibicarakan di Komisi HAM. Dengan musyawarah dan
permintaan maaf dapat diselesaikan tanpa harus dibesar-besarkan. Ataupun dengan
teguran yang dilayangkan secara resmi oleh perwakilan masyarakat Papua. Umumnya
seniman berkata spontan tanpa ada maksud apa-apa dalam berkata.
Kasus ini juga menjadi pelajaran bagi
banyak pihak untuk lebih berhati-hati dalam berkata-kata khususnya soal SARA,
karena akan mengundang banyak polemik didalamnya. Canda untuk kita belum tentu
untuk budaya lainnya.
No comments:
Post a Comment