Tawuran
antar pelajar yang marak terjadi tidak hanya dikalangan siswa-siswi SLTA namun
juga terjadi dikalangan siswa SMP bahkan SD. Penyebab tawuran ini beragam mulai
dari rasa tersinggung hingga motif balas dendam. Data di Jakarta ( Bimmas Polri Metro jaya ) tahun 1992
tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus.
Tahun 1995 terdapat 194 kasus, tahun 1998 sebanyak 230 kasus. Dari data
tersebut tawuran ini terus meningkat serta tidak sedikit pelajar yang
kehilangan nyawa akibat tawuran tersebut.
Ilmu
pengetahuan yang didapat para pelajar belum mampu menciptakan kesadaran para
siswa tentang bahaya tawuran. Oleh sebab itu diperlukan kampanye social yang
kontinu untuk memberikan kesadaran kepada para siswa. Tujuan dari kampanye
social tidak hanya menumbukan rasa kesadaran tetapi juga memberikan fasilitas
untuk menjembatani perdamaian antar para pelajar. Dengan adanya fasilitas
tersebut pelajar diharapkan dapat melindungi pelajar. Kampanye social ini
umumnya diadakan oleh sekolah maupun dinas pendidikan.
Untuk mengoptimalkan kampanye social
diperlukan media mix dalam menyampaikan kampanye kepada para siswa. Media mix
adalah mengkombinasikan jenis media yang digunakan bersama-sama untuk memenuhi
tujuan dari rencana media.
Misalnya
saja kampanye social dapat dilakukan disekolah-sekolah yang juga diliput oleh
media televise. Liputan kampanye diharapkan ditonton oleh para siswa diberbagai
daerah. Selain itu dengan menampilkan narasumber sebagai acuan tentang bahaya
tawuran. Tak jarang tawuran pelajar ini memiliki kebiasaan turun temurun dari
generasi sebelumnya. Seperti antara pelajar SMU 70 dengan SMU 6.
Dalam kampanye social, audiensnya
tidak hanya para pelajar tetapi juga orang tua, guru, psikolog anak, dinas
pendidikan dan lain-lain.
Pelajar
sebagai target kampanye social didampingi oleh audiens lainnya sehingga pelajar
tidak merasa disudutkan dalam kampanye tersebut. Pendekatan dan bimbingan yang
baik akan lebih mudah diterima oleh para pelajar.
Orang tua sebagai lingkungan utama
siswa diharapkan mampu memberikan pengertian dan sarana komunikasi yang intim
kepada siswa. Keterbukaan dalam keluarga akan berdampak pola pikir yang positif
kepada anak. Sedangkan guru sebagai orang tua pelajar disekolah diharapkan dapat
memberikan kontribusinya
Sumber :
No comments:
Post a Comment