Ahmadiyah adalah sebuah gerakan keagamaan yang
didirikan oleh Mirza Ghulama Ahmad di India, yang mengaku sebagai
Mujaddid, al Masih, al Mahdi. Gerakan ini
dibentuk oleh pemerintah kolonial Inggris di India dengan tujuan untuk
menjauhkan kaum muslimin dari agama Islam dan dari kewajiban jihad sehingga
tidak lagi melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial.
Beberapa pemikiran dan keyakinan Ahmadiyah
adalah :
·
Meyakini
bahwa Mirza Ghulama Ahmad adalah al
Masih.
·
Berkeyakinan
bahwa malaikat Jibril memberikan wahyu kepadanya.
·
Menghilangkan
syariat jihad.
·
Meyakini
bahwa bukan Al Quran sebagai kitab suci.
·
Seluruh
umat Islam adalah kaum kafir kecuali yang mengikuti aliran tersebut.
Di Indonesia, pengikut kelompok ini terbagi
atas dua kelompok dan telah memiliki badan hukum sejak 1953. Ajaran ini memang
menjadi polemik serta melahirkan keresahan dimasyarakat sehingga menimbulkan
reaksi keras dari umat Islam dan tidak jarang terjadi tindak kekerasan
menentang ajaran Ahmadiyah. Namun beberapa lembaga Islam didaerah-daerah berusaha agar tindakan tidak
dilakukan secara anarkis seperti yang dilakukan oleh Aliansi Umat Islam (Alumi)
Bandung Jawa Barat yang menjamin tidak akan melakukan tindakan kekerasan dalam
melakukan pembubaran Ahmadiyah.
Adanya pro dan kontra atas ajaran ini membuat publik
bertanya-tanya, benarkah ajaran ini merupakan bagian dari ajaran agama Islam
atau tidak. Ini merupakan tahap I ,the
stage of brainstorming atau luftartigen
position. Dimana publik masih simpang siur dalam memberikan opininya yang
hanya sebatas tahu tanpa adanya informasi yang jelas. Kemudian dengan adanya
polemik yang terus berkembang, publik berusaha mencari titik terang atau
kejelasan dari lembaga-lembaga yang berwenang.
Atas nama pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam
Negeri dan Jaksa Agung pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat
Keputusan Bersama yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk
menghentikan segala kegiatannya yang bertentangan dengan agama Islam. Ini
merupakan tahap II the stage of consolidation yaitu tahap adanya pencerahan dari pihak
yang berwenang sehingga opini publik mulai terarah membentuk pikiran yang
menyatu bahwa ajaran Ahmadiyah dilarang.
Hal ini diperkuat dengan adanya Majelis Ulama
Indonesia secara resmi menetapkan : FATWA
TENTANG ALIRAN AHMADIYAH :
1.
Menegaskan
kembali keputusan fatwa MUI dalam Munas II 1980 yang menetapkan bahwa aliran
Ahmadiyah berada diluar Islam, sesat dan menyesatkan serta orang Islam yang
mengikutinya adalah murtad ( keluar dari Islam ).
2.
Bagi mereka
yang mengikuti aliran Ahmadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang
haq (al-ruju’ ila al haqq) yang sejalan dengan al Quran dan al Hadist.
3.
Pemerintah
berkewajiban melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan
membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.
Pembentukan opini publik pada kasus ini sudah sampai pada
tahap III the solid stage atau festigen position dimana opini publik
sudah menyatu dengan lahirnya fatwa yang dikeluarkan oleh MUI. Opini yang pada awalnya
menjadi perdebatan dimasyarakat, setelah dilakukan penyelidikan oleh badan
agama maka disepakati bahwa ajaran tersebut sesat. Dengan adanya fatwa ini
diharapkan tidak ada lagi kegiatan yang dilakukan oleh pengikut ajaran
Ahmadiyah sehingga publik tidak lagi merasa terganggu.
Fatwa ini tentunya meresahkan bagi pengikut ajaran Ahmadiyah,
namun jika memang para pengikut beragama Islam maka seharusnya fatwa MUI
merupakan pencerahan dari kesalahan atau kesesatan ajaran agama yang dilakukan
para pengikutnya. Kesepakatan publik dengan adanya fatwa ini merupakan the solid stage atau festigen position sehingga tidak ada
lagi publik yang bertanya-tanya tentang kepastian ajaran tersebut.
Kemudian tahap ini juga menghasilkan perubahan pola pikir
publik berupa perubahan tindakan seperti meninggalkan ajaran Ahmadiyah dan
kembali kepada al Quran dan al Hadist. Seperti yang dilakukan 11 penganut
ajaran Ahmadiyah asal desa Manis Kidul, kecamatan Jalaksana kabupaten Kuningan
yang menyatakan kembali kepada ajaran agama Islam yang sesungguhnya. Pernyataan
mereka mendapat pengukuhan dari Badan Muallaf kabupaten Kuningan.
Pada kasus tersebut media massa memiliki peran penting dalam
pembentukan opini publik. Dimana informasi yang diterima dari media massa diserap
dan dijadikan acuan publik dalam memberikan opininya. Media massa bukanlah
ranah netral yang meyamakan berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai
kelompok. Media massa justru menjadi subjek yang mengonstruksi realitas
berdasarkan penafsiran dan definisinya sendiri untuk disebarkan kepada
khalayak. Informasi yang dimuat dalam media massa akan segera tersebar kepada
khlayak yang besar, heterogen, dan anonim.
Opini publik dengan tahapannya merupakan
tingkatan apakah opini publik tersebut dapat terus berkembang dimasyarakat atau
hanya menjadi ‘selintas’ dan berlalu dalam masyarakat. Pesan yang biasa akan
berlalu begitu saja tetapi jika berhubungan dengan kepentingan orang banyak
seperti pada kasus ajaran Ahmadiyah akan banyak menghasilkan opini publik.
Media massa televisi maupun surat kabar menjadi ikon pembentuk konstruksi
sosial yang berperan dalam membentuk kuasa kebenaran dalam realitas sosial.
Selain itu hubungan antara opini publik dengan kebijakan pemerintah merupakan
salah satu unsur esensial sehingga menciptakan stabilitas dilingkungan
masyarakat.
Demikian tugas 3 ini saya buat dengan segala
kekurangan dan keterbatasan saya dalam mencari sumber yang memiliki
kredibilitas serta dalam mengaplikasikan dalam bentuk tulisan.
Terima kasih.
Sumber :
Modul UT SKOM 4321
https://www.youtube.com/watch?v=pRmv2iIFm1c
No comments:
Post a Comment