Semua tulisan merupakan bagian dari tugas kuliah tanpa ada maksud dan tujuan tertentu. Jika didalamnya terdapat kesalahan atau kekeliruan, hal tersebut merupakan bagian dari keterbatasan saya dalam menulis.
Thursday, September 21, 2017
KARYA ILMIAH UNIVERSITAS TERBUKA JAKARTA by FINNLAND CHANIAGO
Menyusun Karya Ilmiah (
KARIL) merupakan salah satu syarat kelulusan di Universitas Terbuka. Jika pada
umumnya mahasiswa menyusun Skripsi sebagai salah tugas akhir dalam proses
kelulusan, maka tidak demikian dengan Universitas Terbuka.
Mahasiswa Universitas
Terbuka di wajibkan membuat Karil yang merupakan hasil karya tulisan mahasiswa
itu sendiri, tidak mudah memang tetapi bukan berarti tidak bisa hanya perlu
proses saja.
Sebagai mahasiswi
Universitas Terbuka saya ingin berbagi contoh Karil yang saya dan teman-teman
UT lainnya gunakan dan sudah di upload di UT.
Semoga dapat bermanfaat ya.
EFEK PSIKOLOGIS KEKERASAN VERBAL PADA PERILAKU
BULLYING DI SEKOLAH DASAR
NIM :
017526551
Program
Studi Ilmu Komunikasi
FISIP
Universitas Terbuka UPBJJ – Jakarta
ABSTRAK
Bullying merupakan masalah
yang dampaknya ditanggung oleh pelaku, korban ataupun siswa yang menyaksikan.
Kekerasan verbal yang sering terjadi khususnya di lingkungan Sekolah Dasar menjadi
hal yang memperihatinkan. Tidak menutup kemungkinan pelaku yang menjadi “eksekutor” bullying pada Sekolah Dasar berawal dari korban ataupun siswa yang pernah
menyaksikan dan ingin mengekspresikan diri dari pengalaman yang didapat.
Kecenderungan mengaplikasikan pengalaman inilah yang membutuhkan pengendalian
diri dari siswa. Siswa Sekolah Dasar memerlukan perhatian dan memiliki
keinginan untuk lebih unggul dari teman seusianya, perlu edukasi dari orang tua
dan pihak sekolah akan memperkecil persentase terjadinya bullying. Korban bullying
memiliki kepercayaan diri yang rendah sehingga mudah untuk didominasi dan
cenderung menerima perlakuan tanpa adanya perlawanan, akibatnya timbul rasa
cemas, depresi, menjadi pemurung dan enggan untuk membaur dengan teman sebayanya
sedangkan bagi siswa yang menyaksikan akan merasa ketakutan untuk merefleksikan
diri. Guru sebagai orang tua bagi siswa di sekolah harus memberikan contoh dan
mengajarkan berperilaku saling menghormati. Bimbingan yang tepat dari orang tua
dan pihak sekolah dapat memberikan pemahaman pentingnya bertoleransi dalam
berinteraksi.
Kata Kunci : Bullying,
Kekerasan Verbal.
Pendahuluan
Memproduksi pesan sama mendasarnya bagi
kehidupan kita dengan menerima pesan. Selain faktor yang terkait dengan
penerima pesan, karakteristik informasi atau pesan juga memiliki dampak yang
besar terhadap proses seleksi, interpretasi dan retensi. Dalam kenyataannya,
setiap aspek perilaku kita, bahasa, nada suara, penampilan, mata, tindakan,
bahkan penggunaan ruang dan waktu adalah sumber informasi potensial yang dapat
dipilih untuk diperhatikan, diinterpretasikan, diingat, dan ditindaklanjuti
oleh orang lain. Sejalan pertumbuhan usia, kemampuan fonetik, sintaksis,
sematik dan pragmatik anak juga meningkat, kata-kata yang digunakan meningkat
kepada cara yang lebih abstrak. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 137-144).
Kepribadian
atau psyche adalah mencakup keseluruhan
pikiran, perasaan, tingkah laku, kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbing
orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik.
(Alwisol, 2014: 40). Salah satu dari empat deskripsi konsep diri adalah diri
nyata (real self) merupakan pandangan
subjektif bagaimana diri yang sebenarnya, mencakup potensi untuk berkembang,
kebahagiaan, kekuatan, kemauan, kemampuan khusus dan keinginan untuk realisasi
diri, keinginan untuk spontan menyatakan diri yang sebenarnya. (Alwisol, 2014:
137).
Komunikasi
yang digunakan dalam keseharian memiliki dampak positif dan negatif yang dapat
membentuk pribadi setiap manusia, dalam hal ini adalah siswa Sekolah Dasar. Bullying
adalah kekerasan verbal yang memiliki dampak besar dalam jangka waktu yang
panjang bagi siswa. Mental yang tertekan akan berdampak secara psikologis dan mempengaruhi
pola pikir serta tingkah laku. Karakteristik fisik dan perilaku sering dijadikan bahan bullying antar siswa karena merupakan
pengamatan dini yang mudah disimpulkan oleh anak-anak Sekolah Dasar, misalnya siswa yang bertubuh gemuk atau siswa laki-laki yang berperilaku
feminim. Tindakan ringan antar siswa
seperti mengejek kekurangan teman, memukul, mendorong merupakan awal dari
tindakan bully di sekolah dan dilakukan berulang. Tidak jarang
tindakan ringan tersebut dapat berakibat fatal karena siswa menanggapi ejekan
dengan tindakan agresif. Bullying merupakan
masalah atau problem sosial yang perlu diperhatikan oleh pihak sekolah dan
orang tua.
Di lingkungan sekolah siswa mendengarkan,
mengamati dan menginterpretasikan pesan yang diterima. Pengalaman pribadi ini
bersifat subjektif dan berpengaruh besar pada kepribadian siswa. Umpan balik
dari pesan verbal yang dilontarkan siswa ditanggapi spontanitas oleh siswa
lainnya. Perilaku komunikasi yang mengadopsi kekerasan verbal dapat
mempengaruhi konsep diri dan penghargaan diri. Keinginan menjadi superior atau yang paling unggul
diantara teman sebaya menimbulkan kepercayaan diri yang berlebihan sehingga merasa
berkuasa untuk menyudutkan. Dilain pihak siswa dengan kepercayaan diri yang
rendah menanggapi tindakan dengan sikap apatis, pasrah dan merasa tidak mampu. Tekanan
psikis yang dialami dapat membuat perubahan perilaku siswa di lingkungan
sekolah dan di rumah.
Lingkungan
sekolah merupakan tempat interaksi yang dapat dijadikan
contoh oleh anak-anak sehingga terbentuk karakter yang unggul secara mental dan
intelektual. Lingkungan yang baik akan merepresentasikan citra atau gambaran
dari rasa nyaman dan aman sehingga anak-anak dapat mengembangkan diri,
mengekspresikan diri secara positif serta memiliki sikap saling menghargai,
empati dan saling menyayangi.
Isi
Gaya
komunikasi dapat mempengaruhi penerimaan informasi dalam dua cara; pertama tergantung pada kebiasaan dan
kesukaan kita, kita pilih lanjutkan atau justru kita hindarkan secara aktif
dalam soal kesempatan untuk berurusan dengan orang lain, kedua pengaruh tidak langsung oleh gaya komunikasi kita kepada
penerimaan informasi, berkaitan dengan cara dimana kita menampilkan diri kepada
orang lain. Banyak dari kecenderungan penerimaan informasi berkembang sebagai
hasil dari pengalaman. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 119).
Max Wertheimer
membangun teori gestalt dari temuannya yang terkenal, phy phenomenon bahwa pengalaman baru, sesudah diterima indera tidak
dipersepsi apa adanya, tetapi digabung lebih dulu dengan pengalaman lama. Daya
tahan setiap orang menghadapi tekanan lingkungan berbeda-beda, psikologi
kepribadian mengukur dan memprediksi dampak lingkungan terhadap tingkah laku. (Alwisol,
2014: 5-9). Anak yang dilarang melakukan aktivitas, akan kehilangan kemampuan menstimuli diri
yang cukup. Energi independen dari ego terhambat dan ego tidak dapat berkembang
melalui ekspresi kegiatan bebas. Dampaknya adalah kecemasan, malu, ragu dan
hilangnya minat eksporasi, semuanya mengarah ke kerusakan efikasi diri.
(Alwisol, 2014: 118).
Tingkat Sekolah Dasar
merupakan tingkat peralihan bagi anak-anak, jika sebelumnya anak sangat
bergantung kepada orang tua khususnya Ibu, pada tingkat ini anak-anak dituntut
untuk lebih mandiri, belajar untuk menerapkan problem solving atau penyelesaian masalah dengan caranya sendiri. Keinginan dasar untuk mengembangkan diri
dan mengikuti kata hati pada anak perlu pengarahan, pengetahuan
dan pemahaman dalam mengatasi masalah, hal ini akan berdampak positif pada cara
dan perilaku yang diekspresikan.
Persepsi anak terhadap diri sendiri dan orang lain, dimulai dari keluarga dan
lingkungan terdekat kemudian anak merefleksikan diri dari pengalaman
yang didapat.
Karakteristik siswa
Sekolah Dasar seperti kekanak-kanakkan,
senang dipuji, ingin tahu tentang banyak hal, ingin terlihat lebih unggul,
manja, melawan, dan aktif merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
individu yang bersifat abstrak sedangkan karakteristrik yang berasal dari luar
diri seperti fisik, ukuran dan bentuk tubuh adalah hal yang paling mudah diberi
makna oleh anak-anak. Faktor lainnya yang juga mempengaruhi yaitu pola didik
orang tua terhadap anak. Misalnya anak
tunggal, orang tua yang memanjakan anak secara psikologis akan
memiliki keinginan yang sulit dibendung karena terbiasa dituruti kehendaknya.
Sedangkan anak yang di didik dengan “keras” akan memiliki sifat yang pemarah, mudah tersinggung dan lain-lain. Kebiasaan dan kesukaan anak berkembang sebagai hasil dari
pengalaman. Perbedaan pola
asuh ini akan mempengaruhi psikologi
anak serta hubungan anak dengan teman sebayanya.
Pada perkembangannya
komunikasi verbal di sekolah dapat membangun indentitas siswa. Aktivitas dan
kreativitas siswa mendorong kerjasama dalam pengambilan keputusan dan
menghindari sikap dominasi dalam lingkungan sekolah.
Komunikasi
interpersonal dalam hubungan juga dibentuk oleh distribusi kekuasaan. Ada
banyak situasi yang sama dimana asimetrik atau ketidakseimbangan kekuasaan
mempengaruhi komunikasi interpersonal. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014:
291).
Kebutuhan kekuatan,
keinginan berkuasa, tidak menghormati orang lain, memuja kekuatan dan
melecehkan kelemahan, biasanya dikombinasikan dengan kebutuhan prestis dan
kepemilikan yang berwujud sebagai kebutuhan mengontrol orang lain dan menolak
perasaan lemah atau bodoh. (Alwisol, 2014: 136).
Pelaku bullying pada
anak Sekolah Dasar menganggap tindakan yang dilakukan sebagai bentuk show off dari power yang dimiliki, pandangan citra diri ini membentuk
konsep diri yang mengarah kepada
pemikiran dan perilaku tertentu. Umumnya
pelaku bullying mempunyai latar
belakang seperti emosi yang tidak terkendali, mudah putus asa, dominan dan
sering menunjukkan kekerasan dalam kesehariannya. Keluarga memiliki pengaruh
besar terhadap perilaku anak, penghinaan, kekerasan fisik, meneriaki anak dapat
mendorong anak berperilaku yang sama.
Penerimaan sosial dan penolakan dalam lingkungan sekolah
“menjerumuskan” anak kepada sikap tertentu. Misalnya anak yang memiliki
kepercayaan diri yang tinggi akan mudah bergaul dengan teman
sebayanya, dilain pihak anak yang merasa memiliki kekurangan
seperti gemuk atau pendek akan menarik diri dari lingkungan karena merasa minder. Sikap menarik diri inilah yang
menyebabkan anak mudah untuk di bully. Tekanan yang dihadapi akan disikapi berbeda-beda oleh
setiap anak, ada yang menanggapi dengan santai tetapi tidak sedikit yang
berdampak besar terhadap tingkah laku. Bullying
merupakan tindakan yang sering terjadi disetiap tingkatan sekolah, perlunya
kesadaran bahaya bullying membutuhkan
peran serta pihak sekolah. Tindakan mengantisipasi dapat dilakukan dengan
kerjasama antara sekolah dan orang tua. Dengan menjalin komunikasi
yang baik akan menyatukan dan memberikan pengertian untuk menghargai perbedaan
serta mendorong siswa untuk memahami diri sendiri. Identitas diri di lingkungan
sosial mempengaruhi perilaku secara konsisten baik dalam bentuk komunikasi
verbal dan non verbal.
Komunikasi manusia beroperasi dalam
berbagai konteks dan berbagai tingkatan. Ia bagaikan peredaran darah dalam
tubuh, bagi individu, bagi hubungan, bagi kelompok, organisasi dan masyarakat
dan padanya ada interaksi antarkonteks dan antartingkat. (Brent D. Ruben, Lea
P. Stewart, 2014: 100).
Dampak dari bullying adalah kecemasan, malu, ragu dan hilangnya minat eksporasi,
semuanya mengarah ke kerusakan efiksi diri. (Alwisol, 2014: 118).
Reaksi terhadap aksi bullying menghasilkan interaksi yang
cenderung agresif. Tidak sedikit peristiwa kekerasan verbal tersebut berujung
pada hilangnya nyawa, tindakan ini memiliki konsekuensi jangka panjang dan masa
depan siswa akan terancam. Tindakan bullying
terjadi minimal melibatkan dua orang yang berada pada situasi aksi dan reaksi,
pelaku akan memilih korban yang dianggap lemah dalam memberikan tanggapan dan
terus mengulangi perbuatannya. Sedangkan bagi korban akan mengalami perubahan
sikap seperti takut untuk ke sekolah, suka menyendiri, menjadi pendiam dan
sering menangis. Perilaku tertutup ini menyulitkan orang tua dan guru untuk
membantu memulihkan kepribadiannya. Self efficacy atau efiksi diri adalah kepercayaan atau keyakinan individu atas kemampuan
dirinya sendiri. Perspektif yang ditinggalkan pelaku dalam
benak korban dapat disalah artikan sebagai tindakan balasan atas perlakuan yang
pernah dialami.
Menyaksikan bullying di sekolah tanpa memiliki
kemampuan untuk membantu teman yang menjadi korban akan meninggalkan rasa ketakutan dan
perasaan bersalah. Tekanan psikis ini sama membebankannya dengan menjadi
korban. Kecenderungan menjauhi kerumunan teman sebaya menjadi tanda gangguan
psikologis siswa, integritas kepribadian dan kemampuan intelektual siswa akan
terhambat. Kebutuhan untuk dipahami dan beraktivitas di lingkungan sekolah
perlu ditunjang oleh rasa aman dan terlindungi dalam mengekspresikan diri.
Gaya interpersonal
juga memainkan peran penting dalam membentuk pola komunikasi yang muncul dalam
hubungan. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart, 2014: 290).
Menurut Horney, bahwa
manusia kalau mendapat lingkungan yang disiplin dan hangat akan mengembangkan
perasaan aman dan percaya diri serta kecenderungan untuk bergerak menuju
realisasi diri. Celakanya pengaruh negative pada awal perkembangan sering
merusak kecenderungan alami menuju realisasi diri. (Alwisol, 2014: 138).
Hubungan
interpersonal antara anak dan orang tua dapat mengembangkan harapan yang
mempengaruhi perbuatan dan tindakan, komunikasi verbal tersebut membuat
penyimpulan peranan anak di lingkungan sehingga dalam berinteraksi anak meletakkan
dirinya masing-masing kedalam diri pihak lainnya, hal inilah yang menumbuhkan
sifat empati pada diri anak.
Hubungan di
lingkungan sekolah juga dikembangkan oleh komunikasi interpersonal, hubungan
timbal balik dan tindakan. Pengalaman interpersonal yang bertentangan diartikan
sebagai bentuk ancaman maka timbul upaya pencegahan seperti melawan atau
membalas, ini merupakan bentuk pertahanan diri terkait prinsip aktualisasi
diri. Kemampuan untuk menghindari perlakuan yang bertentangan dapat mempengaruhi
pelaku bullying dalam bertindak. Gambaran
yang ada dalam benak siswa, berkembang disetiap masanya dan bersifat kompleks.
Perhatian yang intens dari guru dapat
mencegah perilaku negatif sedini mungkin sehingga siswa dapat berfikir dan
memahami hubungan dengan lingkungan dan sesama.
Situasi yang kondusif di sekolah dapat
membantu mengatasi kesendirian dan perasaan terisolasi sehingga siswa dapat merealisasikan
diri di lingkungan. Pihak sekolah sebagai orang tua asuh bagi anak dalam dunia
pendidikan memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberikan edukasi. Keperdulian
guru dibutuhkan untuk memahami, mencegah dan mengatasi bullying sehingga kekerasan verbal ini tidak terus “menjamur” dan
merusak mental dan kepribadian siswa. Kegiatan sekolah yang membangun kedekatan
dan kerjasama antar siswa merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan.
Misalnya pada hari tertentu sekolah dapat mengadakan kegiatan senam bersama
atau kegiatan kerja bakti. Saling mengenal dengan baik dapat menumbuhkan rasa saling
menyayangi. Adaptasi antar siswa di lingkungan sekolah merupakan hal mendasar
yang perlu dipahami setiap warga sekolah. Adaptasi yang baik dapat memelihara
komunikasi dan mencegah perilaku mendominasi dan mengendalikan orang lain.
Karakteristik lainnya terkait komunikasi
manusia adalah kemampuan kita untuk merefleksikan diri karena kapasitas
penggunaan simbol, kita dapat berefleksi diri dan bertindak untuk menetapkan
tujuan dan prioritas untuk meraih harapan. (Brent D. Ruben, Lea P. Stewart,
2014: 101).
Masyarakat dapat mendorong atau
merintangi aktualisasi diri. Sekolah misalnya, dapat mendorong siswanya
mengejar aktualisasi diri dengan memberi siswa kepuasan perasaan aman,
kebersamaan dan esteem. (Alwisol,
2014: 209).
Komunikasi tatap muka (face to face communication) antara guru
dan siswa, menciptakan komunikasi yang efektif, memberikan peluang untuk
mempengaruhi sehingga upaya pencegahan yang dilakukan dapat direspon positif. Interaksi
verbal ini dapat mengubah perilaku sesuai yang diharapkan. Pemahaman bahaya bullying pada anak juga dapat dilakukan
melalui kegiatan sekolah lainnya seperti mengadakan pentas seni drama. Kegiatan
ini memberikan hiburan, keberanian untuk tampil didepan khalayak sekaligus
edukasi kepada para siswa. Pentas seni drama di sekolah juga diartikan sebagai
bentuk aplikasi dari kreativitas siswa. Dengan menampilkan tokoh pelaku, korban
dan saksi akan merangsang pola pikir anak tentang perilaku negatif. Tokoh
pelaku sebagai figure antagonis dapat menciptakan imajinasi siswa tentang
perilaku dan tindakan yang tidak disukai oleh orang lain. Tokoh korban yang
diperankan siswa dapat membangun semangat dan memperbaiki mental siswa bahwa
menjadi korban bullying dapat diatasi
dengan membangun dan mengubah hubungan dengan lingkungan. Sedangkan tokoh saksi, dapat memahami tindakan apa yang
perlu dilakukan jika melihat teman yang menjadi pelaku maupun korban bullying, misalnya dengan melaporkan
kejadian kepada guru.
Kegiatan ini juga melibatkan orang tua,
sehingga dapat membantu mengintervensi perilaku anak tidak hanya di lingkungan
sekolah tetapi juga di lingkungan lainnya. Perhatian yang intens dari orang tua dan guru akan merubah persepsi anak tentang power yang ada dalam diri mereka. Pentas
seni drama yang dilakukan di sekolah akan meninggalkan “bekas” dalam ingatan
siswa. Kegiatan ini juga dapat menumbuhkan rasa kebersamaan sehingga mereka
dapat intropeksi diri atas perilaku dan tindakan yang mereka lakukan.
Beraksi, bereaksi dan berinteraksi
adalah kegiatan yang paling mendasar dalam komunikasi manusia. Tiga hal ini
sangat penting untuk fungsi dasar seperti navigasi dan hubungan orangtua-anak
yang sama pentingnya untuk interpretasi, perkembangan kognitif, pengembangan
diri, ekspresi diri dan refleksi diri atau renungan diri. (Brent D. Ruben, Lea
P. Stewart, 2014: 235).
Dalam persuasi sosial, efikasi diri juga
dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan. Kondisi itu adalah rasa percaya
kepada pemberi persuasi dan bersifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
(Alwisol, 2014: 289).
Orang tua yang
mendapati anaknya sebagai pelaku bullying
tentunya khawatir dengan persepsi dari lingkungan. Julukan yang diberikan
seperti anak nakal cenderung permanen atau
menetap dalam diri anak. Cara menyikapi hal ini juga berpengaruh kepada mental
anak. Jika orang tua menindaklanjuti
dengan memberikan sanksi, maka anak akan belajar memberikan sanksi kepada teman
mereka yang dianggap tidak sependapat. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah
dengan menciptakan suasana hangat, bersahabat, tidak menyalahkan, memberi
dukungan, memberi pengertian dan perhatian yang lebih kepada anak sehingga anak
akan mengurangi perilaku agresif dengan sendirinya. Menjadi teman diskusi bagi
anak dapat menghindari lonjakan emosional dan anak terbiasa sharing dengan orang tua berbagi cerita untuk
menemukan strategi-strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah di
sekolah.
Bullying
tidak
mudah untuk dihilangkan, proses penyesuaian diri, pandangan dan perasaan
tentang diri sendiri atau konsep diri (self
concept) akan menentukan batasan siswa dalam bertindak. Membantu anak
mengatasi problem perilaku adalah tanggung jawab bersama orang tua dan guru.
Komunikasi tatap muka memungkinkan siswa memberikan feedback atau umpan balik secara langsung. Tidak mudah
menghilangkan bullying di sekolah
tetapi dengan tindakan konsisten dari guru dapat memperkecil persentase bullying di sekolah. Siswa yang
menjalani kehidupan secara sehat, memiliki motivasi yang besar mencapai masa
depan serta memiliki persepsi yang cermat akan lebih fleksibel menghadapi
pengalaman dan berani untuk terus mengaktualisasikan diri di lingkungan.
Pola komunikasi
berkembang dalam suatu hubungan, hubungan siswa Sekolah Dasar dengan teman
sebaya dan guru merupakan hubungan jangka panjang karena akan berlangsung
selama enam tahun masa pendidikan. Waktu yang relatif lama
ini akan mempengaruhi pola hubungan warga sekolah. Sikap awal bertemu dan
berinteraksi akan berubah melalui serangkaian tahapan seiring kedekatan yang
terjalin akan mempengaruhi komunikasi dalam hubungan.
Kesimpulan
Bullying
merupakan
perilaku dalam bentuk kekerasan verbal yang menjurus ketindak kekerasan non
verbal. Pihak-pihak terkait dalam perilaku ini seperti pelaku, korban dan saksi
menjadi individu yang perlu perhatian khusus dari guru dan orang tua. Pemahaman
atas perilaku ini menjadi acuan untuk siswa menghadapi perilaku yang dihadapi,
bagi guru dan orang tua hal ini menjadi dasar dalam mengantisipasi atau
mencegah perilaku bullying. Mengenali
dan menerima perlakuan yang pantas di lingkungan dapat mengisi pengalaman dan
menjadi bimbingan bagi siswa untuk melangkah dalam bersikap positif dan
mengaplikasikan aktualisasi diri.
Aktualisasi diri dari pengalaman subjektif
dapat membantu siswa untuk menyerap seluruh pengalaman dan mengekspresikan diri
secara baik. Semua siswa mengharapkan kehangatan dan penerimaan dari lingkungan
agar dapat membuat pilihan yang bermakna dalam kehidupan.
Pada perkembangannya peserta didik atau siswa
sekolah akan mengalami perubahan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosial. Di dalam diri siswa terdapat potensi-potensi untuk tumbuh mandiri dan
kreatif, hal ini terkait harga diri (self esteem) yang ingin ditonjolkan,
semakin berkembang siswa maka akan lebih mampu mengatasi lingkungannya. Memahami
apa yang dipikirkan, dirasakan dan diinginkan dapat membantu menjaga emosi dan perubahan
perilaku kepribadian.
Guru dan orang tua memiliki peran besar dalam
perkembangan siswa untuk memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah dan
merancang masa depan sehingga mampu untuk mempelajari, memperhatikan dan
bersosialisasi dengan baik di lingkungan.
Saran
Perlunya edukasi kepada siswa dalam bentuk
komunikasi verbal face to face dan
dalam bentuk kegiatan penunjang lainnya. Respon
guru dan orang tua pada perilaku bullying
dapat memfasilitasi perkembangan anak dalam bertindak. Siswa perlu belajar
memahami tanggung jawab sosial untuk segera bertindak jika melihat atau
mengalami perilaku bullying.
Komunikasi dapat mendekatkan sikap siswa dengan sikap lainnya dan juga bisa
menjauhkannya. Memotivasi dan memahami kebutuhan siswa seperti kebutuhan rasa
aman di lingkungan dapat menjadikan siswa yang berprestasi dan maju.
Pengalaman adalah pengaruh besar terhadap
cara siswa memilih dan menafsirkan. Melalui komunikasi verbal, perilaku dan
tindakan yang positif menghasilkan siswa yang berpotensi di lingkungan sekolah
dan lingkungan sosial lainnya.
Daftar Pustaka
Alwisol,
2014. Psikologi Kepribadian. Malang :
UMM Press.
Ruben D. Brent,
Stewart P. Lea, 2014. Komunikasi dan
Perilaku Manusia.
Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
KARYA ILMIAH UNIVERSITAS TERBUKA JAKARTA by ALICIA HAMAR DELLA
Menyusun Karya Ilmiah ( KARIL) merupakan salah satu syarat kelulusan di Universitas Terbuka. Jika pada umumnya mahasiswa menyusun Skripsi sebagai salah tugas akhir dalam proses kelulusan, maka tidak demikian dengan Universitas Terbuka.
Mahasiswa Universitas Terbuka di wajibkan membuat Karil yang merupakan hasil karya tulisan mahasiswa itu sendiri, tidak mudah memang tetapi bukan berarti tidak bisa hanya perlu proses saja.
Sebagai mahasiswi Universitas Terbuka saya ingin berbagi contoh Karil yang saya dan teman-teman UT lainnya gunakan dan sudah di upload di UT.
Hanya sebagai contoh ya teman-teman, sebagai mahasiswa tentunya plagiat merupakan hal yang tidak bisa ditolerir termasuk di UT.
Contoh Karil yang saya upload merupakan milik sahabat saya yang juga mahasiswi UT. Terima kasih pada Alicia Hamar Della yang telah memberikan izin untuk menshare Karilnya guna membantu teman-teman mahasiswa lainnya.
Untuk teman-teman UT tetap semangat ya..
Mahasiswa Universitas Terbuka di wajibkan membuat Karil yang merupakan hasil karya tulisan mahasiswa itu sendiri, tidak mudah memang tetapi bukan berarti tidak bisa hanya perlu proses saja.
Sebagai mahasiswi Universitas Terbuka saya ingin berbagi contoh Karil yang saya dan teman-teman UT lainnya gunakan dan sudah di upload di UT.
Hanya sebagai contoh ya teman-teman, sebagai mahasiswa tentunya plagiat merupakan hal yang tidak bisa ditolerir termasuk di UT.
Contoh Karil yang saya upload merupakan milik sahabat saya yang juga mahasiswi UT. Terima kasih pada Alicia Hamar Della yang telah memberikan izin untuk menshare Karilnya guna membantu teman-teman mahasiswa lainnya.
Untuk teman-teman UT tetap semangat ya..
KETERBUKAAN KOMUNIKASI VERTIKAL DAN HORIZONTAL DENGAN MENGUSUNG KOMUNIKASI ORGANISASI DI PT BANK CENTRAL ASIA TBK
ALICIA HAMAR DELLA, aliciahamar29@gmail.com
NIM: 017800516
Program Studi Ilmu Komunikasi
Program Studi Ilmu Komunikasi
FISIP Universitas Terbuka UPBJJ – Jakarta
ABSTRAK
Komunikasi sejatinya tak akan pernah lepas dari kehidupan manusia sejak lahir. Sejak dalam kandungan komunikasi sudah dimulai terjalin antara ibu dan calon bayi melalui asupan makanan yang masuk lewat plasenta. Setelah bayi terlahir di dunia, orang tua selalu menjalin komunikasi dengan bayinya hingga tumbuh dewasa. Demikian pula ketika terjun dalam dunia pekerjaan seperti di PT BCA Tbk, mau tidak mau akan ada komunikasi yang terjalin sesama warga dalam perusahaan tersebut. Karena pentingnya komunikasi dengan warga perusahaan adalah hal yang tidak dapat dipungkiri. Namun kenyataannya selalu terdapat pimpinan perusahaan atau warga perusahaan yang tidak terbuka lebar untuk berkomunikasi dalam organisasi. Selain itu terdapat pula warga perusahaan yang segan mengeluarkan ide atau sarannya. Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis berusaha memaparkan keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal dalam organisasi. Karena komunikasi merupakan unsur terpenting dalam memajukan visi dan misi organisasi. Untuk mencapai tujuan organisasi, atasan dengan bawahan serta sesama bawahan harus saling mendukung satu sama lain caranya dengan komunikasi. Komunikasi yang efektif dapat terwujud jika ada keterbukaan.
Kata Kunci: Komunikasi Vertikal, Komunikasi Horizontal
Pendahuluan
Organisasi adalah komposisi sejumlah orang-orang yang menduduki posisi atau peranan tertentu, di antara orang-orang ini saling terjadi pertukaran pesan melalui jalan tertentu yang dinamakan jaringan komunikasi. Suatu jaringan komunikasi berbeda dalam besar dan strukturnya misalnya mungkin hanya di antara dua orang, 3 atau lebih dan mungkin juga diantara keseluruhan orang dalam organisasi, bentuk struktur dari jaringan itupun juga akan berbeda–beda. Menurut jaringan komunikasi formal, pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hierarki resmi organisasi atau oleh fungsi pekerjaan, pesan dalam jaringan komunikasi formal biasanya mengalir dari atas ke bawah (Downward communication), dari bawah ke atas (Upward communication) atau dari tingkat yang sama atau secara horizontal (Horizontal communication) (Arni Muhammad, 2015: 102 – 108).
“Arus informasi ke bawah digunakan oleh para manajer untuk menyampaikan berbagai jenis pesan komunikasi” (Katz dan Khan, 1978; Gibson Hodgetts, 1991). Komunikasi vertikal cenderung menjadi dua arah–tidak hanya satu arah seperti aliran klasik. Komunikasi horizontal atau komunikasi mendatar (lateral communication) berlangsung diantara para pejabat dari devisi yang berbeda, namun setingkat dalam struktur hierarkis. Dalam praktik, komunikasi horizontal kurang mendapat perhatian, bila dibandingkan dengan komunikasi ke atas apalagi komunikasi ke bawah, padahal kedudukan komunikasi horizontal kini semakin penting. Menurut temuan Phillip V. Lewis (1976: 68) “komunikasi horizontal dalam praktik adalah sebanyak 67% dari seluruh komunikasi organisasi” (Andre Hardjana, 2016: 145 – 152).
Mencoba menarik benang merah dari kedua buku diatas, dapat dikatakan bahwa pada kegiatan organisasi pastinya tak luput dari aktivitas komunikasi yang terjaring didalamnya. Kegiatan komunikasi sangat berperan penting untuk menunjang kinerja pejabat serta karyawan perusahaan khususnya PT BCA Tbk, maka terdapat struktur organisasi yang menjadi acuan dalam menerapkan arus komunikasi organisasi. Pada struktur tersebut sudah tergambar pembagian departemen atau divisi, posisi, jabatan, fungsi serta pembagian kerja, pada semua elemen organisasi ini yang saling membutuhkan satu sama lain. Bentuk arus komunikasi yang diterapkan antara atasan dengan bawahan dan bawahan dengan atasan adalah komunikasi vertikal, sedangkan arus komunikasi antar departemen dan sesama jabatannya adalah komunikasi horizontal. Kedua arus komunikasi mempunyai jenis, fungsi, kedudukan, serta metode masing-masing untuk mensukseskan komunikasi dalam organisasi.
Isi
Menurut Lewis (1987) “komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan”. Arus komunikasi daripada atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya faktor keterbukaan, kurangnya sifat terbuka diantara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan (Arni Muhammad, 2015: 108 – 110).
Banyak perusahaan merancang kebijakan keterbukaan, namun tidak berarti bahwa komunikasi ke atas bebas dari berbagai hambatan. Valorie McClelland (1988) dalam laporan penelitian berjudul ‘Upward commu-nication: Is Someone Listening’ “menemukan tiga hambatan salah satunya adalah takut balasan, pengalaman karyawan menunjukan bahwa hadiah umumnya diberikan kepada mereka yang mendukung keputusan para manajer. Karyawan menjadi takut menyuarakan pikiran atau berbeda pendapat dengan atasan.” Bawahan mempunyai persepsi yang berbeda-beda tentang kepentingan, makna, dan arti dari pesan–pesan komunikasi (Andre Hardjana, 2016: 147 – 150).
Keterbukaan komunikasi dalam organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sifat kepercayaan satu sama lain pada seluruh elemen organisasi terutama kepercayaan pimpinan ke karyawan. Sifat kepercayaan ini bisa muncul pada saat proses pengiriman pesan ataupun penerimaan pesan dari atasan ke bawahan atau dari bawahan ke atasan atau setingkat. Kepercayaan juga harus menuju pada isi pesan yang disampaikan. Isi pesan dapat berupa lisan dan tulisan. Contoh pesan berupa tulisan yaitu surat–menyurat, hasil notulen pada rapat atau kegiatan pertemuan lainnya, selain itu memo, bukti pekerjaan yang dituangkan dalam tulisan, alat media periklanan produk perusahaan seperti brosur, leaflet dan lain sebagainya, serta dokumen–dokumen penting lainnya. Isi pesan dalam bentuk lisan, seperti melakukan seminar, rapat, presentasi pekerjaan, komunikasi lewat telepon dan lain sebagainya.
Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang mengunakan alat–alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dengan tatap muka. Hal ini menjadikan pimpinan lebih banyak menyampaikan pesan secara tertulis berupa buletin, manual, yang mahal–mahal, buklet, dan film sebagai pengganti kontak personal secara tatap muka antara atasan dan bawahan (Arni Muhammad, 2015: 111).
Persepsi dipengaruhi oleh cara karyawan atau atasan berbicara tentang orang, benda–benda, dan peristiwa–peristiwa. Namun kepercayaan karyawan atau pimpinan, apa yang dipercayai, mengubah persepsi karyawan dan pimpinan (Andre Hardjana, 2016: 61).
Kepercayaan sangat penting diterapkan dalam segala kegiatan organisasi, tak terbayangkan jika dalam sebuah organisasi tidak ada kepercayaan maka perusahaan tidak akan berdiri lama. Selain sifat kepercayaan, dalam memperoleh keterbukaan komunikasi organisasi adalah sifat kejujuran. Kejujuran dalam menyampaikan laporan pekerjaan sesuai dengan kenyataan, tidak dibuat–buat dan apa adanya. Seperti halnya pemimpin perusahaan melaporkan hasil kinerja perusahaan yang tidak memenuhi target perusahaan kepada karyawannya secara jujur.
Timming atau ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan. Pesan seharusnya dikirimkan ke bawah pada saat saling menguntungan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan karyawan. Tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada saat dibutuhkan karyawan maka mungkin akan mempengaruhi kepada efektivitasnya (Arni Muhammad, 2015: 112).
Terkait faktor ketepatan waktu. Jadi waktu penyampaian yang tepat juga mempengaruhi arus komunikasi vertikal maupun horizontal. Sebagai komunikator atau sumber pengirim pesan, harus pintar membaca situasi dan kondisi terhadap lawan yang akan menerima pesan, intinya jangan sampai mengganggu pekerjaan pimpinan atau sesama karyawan.
Dalam keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal terdapat tiga hambatan menurut Valorie McClelland salah satunya adalah “penyaringan, karyawan merasa ide dan kepedulian yang disampaikan kepada para penyelia diubah dan disaring sebelum disampaikan pada manajer. Penyaringan informasi dilakukan atas dasar kepentingan pribadi dan jabatan, sehingga pesannya menyimpang” (Andre Hardjana, 2016: 150).
Tetapi dibalik hambatan dalam komunikasi vertikal dan horizontal, keterbukaan komunikasi dalam organisasi juga dipengaruhi oleh penyaringan pesan. Penyaringan yang dimaksud adalah proses memilah pesan dalam kegiatan komunikasi setelah pesan diterima namun sebelum adanya timbal balik. Komunikasi yang berasal dari atasan tidak semuanya dapat diterima oleh bawahan. Hal ini juga dapat menyangkut faktor kepercayaan antara atasan dengan bawahan atau sebaliknya dan setingkat. Karena kepercayaan akan mempengaruhi proses penyaringan pesan khususnya pada atasan dan bawahan dalam komunikasi organisasi.
Faktor lainnya yang mempengaruhi keterbukaan komunikasi dalam organisasi adalah persamaan persepsi. Menjamin pemahaman yang sama. Bila perubahan dalam suatu organisasi diusulkan, maka perlu ada pemahaman yang sama antara unit–unit organisasi atau anggota unit organisasi tentang perubahan itu. Untuk ini mungkin suatu unit dengan unit lainnya mengadakan rapat untuk mencari kesepakatan terhadap perubahan tersebut (Arni Muhammad, 2015: 122).
Pembentukan persepsi berlangsung melalui proses indrawi, seleksi, organisasi, dan penafsiran stimulus. Daya tangkap panca indera manusia memiliki keterbatasan, sehingga hanya mampu memproses sebagian dari stimulus–stimulus yang menerpanya. Sifat selektif dari persepsi membuat pimpinan atau bawahan hanya memfokuskan perhatian pada jumlah stimulus yang sangat terbatas untuk diproses. Seleksi dilakukan atas dasar minat, daya tarik, dan kemanfaatan (Andre Hardjana, 2016: 61).
Persepsi atau tanggapan merupakan hasil daya tangkap atas pesan–pesan yang sudah diterima kemudian akan menjadi feedback. Seperti halnya karyawan PT BCA Tbk yang menerima informasi dari pimpinan, selanjutnya pimpinan memberikan informasi yang sama kepada karyawan lainnya. Maka hasil dari masing–masing persepsi karyawan akan berbeda. Tugas selanjutnya demi mencapai keterbukaan komunikasi dalam organisasi adalah tugas pimpinan untuk menyamakan persepsi antar karyawannya agar memperoleh satu tujuan organisasi.
Faktor yang mendukung juga diperlukan untuk menyempurnakan keterbukaan komunikasi dalam organisasi khususnya PT BCA Tbk. Kemampuan menggunakan komunikasi verbal secara efektif merupakan hal terpenting bagi karyawan dan pimpinan. Dengan adanya komunikasi verbal memungkinkan pengidentifikasian tujuan, pengembangan strategi dan tingkah laku untuk mencapai tujuan (Arni Muhammad, 2015: 95).
“Komunikasi kita menggunakan bahasa (verbal) untuk mengungkapkan persepsi kita. Bahasa mestinya dapat seutuhnya mencerminkan dan memaparkan apa yang karyawan dan pimpinan bicarakan” (Haney, 1967). Orang tidak pernah dapat berhenti berkomunikasi. Charles Redding dan George Sanborn (1964) menegaskan bahwa “komunikasi berjalan terus, dikehendaki atau tidak, sebab orang lain terus akan memaknai apa yang dikatakan dan apa yang tidak dikatakan, yang dilakukan atau tidak dilakukan.” Pesan nonverbal mencapai sepuluh kali lipat pesan verbal, ketika karyawan dan pimpinan mencoba mengungkapkan perasaan atau sikapnya terhadap karyawan dan pimpinan lain (Andre Hardjana, 2016: 62 – 63).
Komunikasi yang baik memerlukan kemampuan dalam mengolah suara, hal ini sangat penting karena dengan adanya perbedaan pada volume suara, intonasi suara, serta artikulasi suara, semua pesan yang telah disampaikan menjadi jelas dan tepat pada sasaran. Dalam organisasi apabila seorang karyawan yang sedang berkomunikasi dengan pimpinan, karyawan tersebut harus berbicara lugas, dengan intonasi suara yang baik atau tidak tergesa–gesa, serta dengan volume suara yang tidak terlalu tinggi. Tujuannya yaitu agar lebih sopan dan beretika dalam berkomunikasi dengan pimpinan, begitu pula pimpinan dengan karyawan serta dengan teman setingkat.
Bahasa nonverbal dalam komunikasi organisasi juga diperlukan. Bahasa nonverbal atau yang biasa disebut bahasa tubuh. Bahasa tubuh ini dapat memperkuat pesan yang berasal dari lisan. Diperkuatnya dengan bahasa tubuh bukan berarti dalam pengirim pesan selalu menggunakan bahasa nonverbal. Pada kegiatan pesan–pesan yang dikirimkan oleh atasan ke bawahan dan sebaliknya atau setingkat, komunikasi nonverbal hanya sebagai pelengkap tidak diutamakan namun menjadi penunjang komunikasi verbal. Seperti kejadian di PT BCA Tbk, karyawan yang ingin bertemu dengan atasannya namun bawahan tersebut hanya melihat atasannya yang sedang sibuk dalam ruangan tersendiri, maka dalam komunikasi nonverbal gerakan tersebut memiliki arti bahwa atasan itu tidak bisa diganggu oleh siapapun terkait hal yang sedang dikerjakannya.
Menurut Smith (Goldhaber, 1986) “komunikasi ke atas berfungsi sebagai balikan bagi pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan bagi departemennya atau organisasinya” (Arni Muhammad, 2015: 117).
Umpan balik merupakan saluran mekanisme bagaimana sebuah sistem dapat mempertahankan kemapanan kondisi. Informasi tentang keluaran atau proses dalam sistem itu diumpankan kembali sebagai masukan ke dalam sistem, sehingga menghasilkan perubahan dalam proses transformasi dan/atau hasil keluaran di kemudian hari. Contoh: kepercayaan atasan dapat mengangkat motivasi kerja karyawan, sehingga karyawan bekerja lebih produktif, yang membuat kepercayaan atasan lebih besar, dan seterusnya (Andre Hardjana, 2016: 115).
Dalam mendukung keterbukaan komunikasi organisasi vertikal dan horizontal dibutuhkan umpan balik baik dari karyawan ke atasannya atau sebaliknya. Pesan yang dikirim karyawan terhadap pimpinannya merupakan respon dari proses komunikasi. Hal ini dapat berupa pelengkap atau tambahan informasi, serta tindakan–tindakan lain yang menyangkut pesan sebelumnya. Umpan balik penting dalam menunjang proses komunikasi, agar tercapainya tujuan organisasi.
Komunikasi vertikal dan horizontal mempunyai tujuan tertentu, diantaranya adalah saling membagi informasi untuk perencanaan dan aktivitas–aktivitas. Ide dari banyak karyawan biasanya akan lebih baik dari pada ide satu karyawan. Oleh karena itu dalam komunikasi organisasi sangatlah diperlukan untuk mencari ide yang lebih baik. Dalam merancang suatu program latihan atau program hubungan dengan masyarakat, anggota–anggota dari berbagai divisi perlu saling membagi informasi untuk membuat perencanaan apa yang akan lakukan oleh divisi terkait program latihan (Arni Muhammad, 2015: 123).
Membangun kesamaan informasi, para pimpinan sering bertemu untuk menambah dan melengkapi informasi yang dimiliki tentang kebijakan perusahaan. Kesamaan pengertian dan informasi dapat membantu perencanaan dan menghindarkan perselisihan paham tentang tindakan yang harus diambil (Andre Hardjana, 2016: 155).
Pemersatu isi pesan atau kesamaan isi pesan dalam hubungan komunikasi vertikal dan horizontal bersangkutan pada kualitas dalam pengiriman dan penerimaan pesan. Semakin jelas pesan yang dikirim dari atasan ke bawahan atau sebaliknya maka isi pesan akan diterima dengan utuh dan ada kesamaannya. Manfaatnya adalah untuk menyamakan persepsi dalam menentukan tujuan komunikasi. Selain itu apabila semua komunikasi sudah terbuka kemudian seluruh pesan dipilah dan kemudian diambil satu pesan yang dinyatakan sesuai atau benar. Dalam kegiatan PT BCA Tbk saat melakukan rapat pertemuan antar divisi. Ketika didalam rapat diperlukan pendapat para karyawan, maka pendapat masing–masing akan berbeda, dan dari hasilnya pimpinan akan mengambil poin–poin yang dianggap penting. Pada hasilnya tersebut, pimpinan sudah menjalankan tugas untuk menyatukan isi pesan.
Tujuan keterbukaan komunikasi selanjutnya ialah memecahkan masalah yang timbul di antara orang–orang yang berada dalam tingkat yang sama atau berbeda tingkat. Dengan adanya keterlibatan dalam memecahkan masalah akan menambah kepercayaan dan moral dari karyawan (Arni Muhammad, 2015: 123).
Semua komunikasi pasti memiliki tujuan. Tujuan keterbukaan komunikasi dalam organisasi selanjutnya adalah sebagai pemecahan masalah, dalam tujuan ini diharapkan semua kegiatan komunikasi yang dilakukan pada organisasi dapat memecahkan masalah. Dalam masalah di PT BCA Tbk terdapat laporan penjualan perusahaan yang tidak mecapai target. Pimpinan yang pertama menerima pesan tersebut sangat khawatir, pesan itu akhirnya pimpinan bagikan kepada teman setingkatnya atau pimpinan divisi lainnya. Secara langsung semua pimpinan dalam organisasi melakukan keterbukaan komunikasi, maka setelah semua pimpinan mengetahui masalahnya kemudian saatnya menyampaikan pesan tersebut kepada seluruh karyawan. Dengan merundingkan dengan semua warga perusahaan maka tujuannya untuk mencari jalan keluar atas masalah yang sedang dihadapi atau disebut sebagai pemecahan masalah.
Banyak konflik muncul karena salah persepsi dan salah pengertian. Pertemuan pemimpin antar divisi dapat mengurangi garis demarkasi atau pengkotak–kotakan karyawan, menciptakan saling pengertian dan menghindarkan konflik karena salah informasi. Konflik antar unit dan divisi, misalnya tentang anggaran, dapat diatasi dengan negosiasi antar pimpinan setingkat lewat kesepakatan skala prioritas (Andre Hardjana, 2016: 154).
Dibalik pemecahan masalah terdapat tujuan komunikasi vertikal dan horizontal lainnya yaitu menyelesaikan konflik. Ketika dalam komunikasi antar divisi terdapat perbedaan isi pesan yang diterima dari pimpinan, maka langkah berikutnya ialah mencari perbedaan tersebut dengan seksama. Jika sudah nememukannya titik perbedaannya maka artinya konflik sudah diselesaikan.
Dalam komunikasi organisasi tidaklah baik jika terlalu terbuka atau terlalu tertutup dalam memberikan dan menerima informasi, tetapi perlu menyesuaikan dengan tingkat keterbukaan sistem terhadap lingkungan dalam memberikan respon terhadap suatu situasi dengan hati–hati (Arni Muhammad, 2015: 52).
Dalam sistem komunikasi organisasi yang terbuka, pembentukan jaringan hubungan dipengaruhi oleh sikap, keterampilan, dan semangat (morale) dan kepuasan antar anggota. Komunikasi organisasi sebagai proses pertukaran pesan antar para anggota organisasi berlangsung sebagai ‘aliran arus’ sungai yang tak pernah henti (flux) dan terkait dengan perilaku dan kegiatan–kegiatan organisasi. sebuah sistem komunikasi organisasi dibangun dan diperlihara dengan cermat oleh pimpinan organisasi, karena diasumsikan mempunyai dampak positif pada efisiensi dan efektivitas kerja organisasi (Andre Hardjana, 2016: 46 – 177).
Komunikasi dalam organisasi merupakan cara jitu untuk mencapai tujuan perusahaan. Pelaku organisasi adalah pimpinan dan seluruh karyawan yang terdapat didalam perusahaan. Semua yang masuk dalam organisasi artinya sepakat untuk mencapai tujuan bersama tanpa terkecuali. Maka dengan keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal dalam organisasi diharapkan terciptanya komunikasi yang efektif dan efisien.
Kesimpulan
Dalam komunikasi organisasi didalamnya melibatkan hubungan vertikal dan horizontal. Demi terciptanya hubungan yang harmonis dan hubungan erat dalam organisasi. Dalam hal ini komunikasi organisasi memerlukan keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal.
Keterbukaan komunikasi dianggap penting karena memiliki banyak manfaat untuk menuju visi dan misi organisasi yang telah diciptakan bersama. Keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal dalam kegiatan apapun harus didampingi dengan rasa tanggung jawab yang besar terhadap kejadian komunikasi tersebut. Selain itu kerjasama dalam organisasi juga diperlukan, karena di dalam komunikasi akan menimbulkan keikutsertaan atau partisipasi antarpersonal, partisipasi ini kemudian akan melahirkan kerjasama.
Selanjutnya faktor paling penting yang mempengaruhi keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal adalah kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan, keterbukaan komunikasi dalam organisasi tidak akan berjalan dengan baik atau memiliki banyak distorsi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam komunikasi organisasi timbul kebutuhan karyawan yang melibatkan kebutuhan organisasi. Maka bisa dikatakan bahwa satu sama lain saling membutuhkan. Terkait hal tersebut keterbukaan komunikasi vertikal dan horizontal menunjang seluruh pekerjaan atau tugas dan fungsi dalam organisasi.
Saran
1. Setiap individu dalam organisasi diharapkan memiliki sifat aktif, karena terjadinya komunikasi diawali dengan sifat proaktif. Apabila tidak memiliki sifat proaktif maka komunikasi menjadi pasif atau bahkan tidak terjadi komunikasi.
2. Menjaga dan menciptakan sistem komunikasi yang efektif dan efisien dalam organisasi dengan berpatokan pada tujuan organisasi.
3. Menjaga hubungan erat serta harmonis dalam organisasi sangat penting, selain itu faktor ketergantungan menunjukan adanya kebutuhan sosial antar pimpinan dengan para karyawannya, hal ini demi pencapaian tujuan organisasi.
Daftar Pustaka
Muhammad, Arni. 2015. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hardjana, Andre. 2016. Komunikasi Organisasi: Strategi dan Kompetensi. Jakarta: Buku Kompas.Monday, September 18, 2017
Persiapan Analis Sistem Informasi di suatu perusahaan
Perusahaan tempat Anda bekerja ingin mengganti sistem
informasi yang lama, karena ingin meningkatkan efektivitas manajemen,
produktivitas atau meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada langganan. Apa
yang akan Anda perbuat apabila Anda sebagai Analis Sistem Informasi di
perusahaan tersebut.
1.
Tahap awal.
Tahap awal sebagai analis saya akan mencari
informasi mengenai kendala ataupun hal-hal yang berkaitan dengan menajemen yang
perlu ditingkatkan. Misalnya perusahaan telekomunikasi yang mengalami penurunan
konsumen penggunanya. Sebagai analis, saya mencari tahu kebutuhan konsumen dan
kendala yang mungkin terjadi di lapangan, misalnya sinyal yang buruk atau pun
tarif yang bersaing dengan provider lain kemudian menetapkan metode yang akan
digunakan untuk menunjang proses analisis.
2.
Persiapan Proposal.
Kemudian setelah diketahui informasi yang
dibutuhkan, selanjutnya saya mengajukan proposal yang akan saya ajukan ke
perusahaan. Proposal ini berkaitan dengan perencanaan program kerja analis
system informasi, waktu yang dibutuhkan dalam proses analisis, lokasi yang
digunakan sebagai sampel dan biaya yang dibutuhkan oleh analis.
3.
Sumber-sumber data untuk Analisis Sistem.
Sumber data yang
digunakan adalah konsumen provider X dengan membandingkan konsumen provider Y
dan Z. Dalam analisis produktivitas, efektivitas serta meningkatkan pelayanan
maka analis juga mengupayakan data sampel dari provider lainnya untuk
mendapatkan pengakuan sehingga dapat diketahui hambatan atau masalah secara
langsung. Selain itu dengan memfokuskan spesifikasi konsumen maka dapat
membantu atau mempelajari efektivitas sistem. Kaitan efektivitas sistem ini
adalah membantu merancang gagasan untuk memperbaiki kekurangan sebelumnya.
Sumber
data ini terbagi menjadi 2, yaitu :
I.
Sumber
internal.
Yang menjadi bagian dari sumber internal adalah seluruh
tingkatan yang menjadi bagian perusahaan telekomunikasi provider X.
II.
Sumber
Eksternal.
Sedangkan yang menjadi sumber eksternal adalah konsumen
pengguna provider X, distributor, direct selling, sales dan konsumen pengguna
provider lainnya.
4.
Membuat kerangka pengumpulan data/ fakta.
Setelah mengetahui sumber analisis yang akan
digunakan maka selanjutnya membuat kerangka kerja yaitu pengumpulan data/ fakta
yang didapat di lapangan. Beberapa kerangka kerja yang dapat digunakan, yaitu :
I.
Analisis
tingkat keputusan.
II.
Analisis
arus informasi.
III.
Analisis
Input/ Output.
Terkait analisis provider X maka analis
menggunakan Analisis Arus Informasi yaitu berusaha mengidentifikasi informasi
yang diperlukan oleh siapa dan dari mana informasi tersebut dapat diperoleh.
Misalnya analis mengidentifikasi informasi yang
didapat dari konsumen yang menggunakan provider X yang menganggap sinyal yang
buruk dan mahalnya tarif selain itu jaringan yang tidak diperbaharui mengikuti
standart jaringan yang telah ditetapkan sebagai kendala bagi pengguna.
Berdasarkan analisis arus informasi juga akan
didapatkan mengenai kinerja dari pegawai
perusahaan provider X yang mempengaruhi efektivitas manajemen. Kinerja
yang buruk akan berdampak pada menurunnya produktivitas kerja dan secara
langsung akan menghambat pelayanan kepada konsumen atau pelanggan.
5.
Resiko-resiko yang dihadapi selama pengumpulan
data.
Setiap analis akan menghadapi resiko kerja
selama pengumpulan data. Ada tiga resiko yang akan dihadapi oleh analis, yaitu
:
I.
Pengguna
data yang tidak benar atau tidak terarah.
Perusahaan provider X tentunya memiliki data pelanggan namun
ketidak keakuratan data tersebut menjadi salah satu akibat dari buruknya
kinerja pegawai. Data merupakan hal yang penting bagi perusahaan oleh sebab itu
dibutuhkan data yang valid menganalisis sistem informasi dalam suatu
perusahaan.
II.
Membuat
anggapan yang tergesa-gesa.
Sebagai analis memerlukan waktu yang cukup sesuai dengan due date yang telah ditetapkan dalam proposal
oleh sebab itu seorang analis harus memiliki pengetahuan tentang fungsi
organisasi atau perusahaan yang sedang dianalisis. Resiko ini dapat diperkecil
dengan cara menuliskan anggapan tentang sistem atau subsistem untuk kemudian
meminta pengguna atau analisis lain meninjaunya kembali.
III.
Memeriksa
setiap sumber potensial.
Waktu yang sesuai dengan due
date juga terkait dengan penggunaan dana dalam proses analisis sistem
informasi. Semakin lama waktu yang digunakan maka akan semakin besar biaya yang
dibutuhkan.
6.
Teknik-teknik menganalisis data.
Teknik dalam menganalisis data berbeda-beda
sesuai dengan kebutuhahan analis. Misalnya analis tanggung jawab berkenaan
dengan kegiatan pemasaran, analis kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh
manajer, analis posisi manajemen sehubungan dengan laporan penjualan dan lain
sebaginya.
7.
Pelaporan hasil.
Pelaporan hasil analisis sistem informasi
merupakan hal yang dibutuhkan perusahaan terkait :
I.
Pernyataan
kembali alas an dan luas lingkup analisis.
II.
Penjelasan
singkat mengenai sistem yang digunakan, kendala yang timbul di lapangan.
III.
Pernyataan
kembali tentang tujuan dan batasan dalam menganalisis.
IV.
Penjelasan
tentang masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh analis.
V.
Saran
yang berkaitan dengan sistem yang digunakan analis.
VI.
Proyeksi
sumber daya yang digunakan dan dana yang telah dikeluarkan selama proses
penganalisisan.
8.
Aspek kelayakan
Aspek kelayakan ini dikategorikan dalam 4
golongan, yaitu :
I.
Kelayakan
Teknis
i.
Perangkat
keras (komputer)
ii.
Perangkat
lunak, yaitu metode atau tenik, program computer dan sistem pengoperasiannya.
II.
Kelayakan
Ekonomi.
Menentukan apakah sistem yang akan dilaksanakan sepadan
dengan waktu, biaya dan sumber yang dikeluarkan.
III.
Kelayakan
Operasional.
Kelayakan ini berkaitan dengan sistem yang dipergunakan
apakah sudah sesuai dengan sumber daya manusia dan prosedur yang sudah ada.
IV.
Kelayakan
Jadwal.
Kelayakan jadwal berarti bahwa analis memperkirakan bilamana
sistem yang telah dirancang dapat dilaksanakan.
9.
Hasil Akhir Dari Analisis Sistem.
Pada tahap akhir ini, analis memiliki 5
alternatif yang dapat dilakukan sehubungan dengan hasil analisis sistem, yaitu
:
I.
Membatalkan
II.
Menangguhkan
III.
Modifikasi
IV.
Pelaksanaa
bersyarat
V.
Pelaksanaan
tanpa syarat.
Sebagai seorang analis, dalam hal ini dicontohkan sebagai analis
provider telekomunikasi, alternatif tersebut dapat dipilih sesuai dengan hasil
sistem yang telah dijalankan.
Subscribe to:
Posts (Atom)