Friday, April 7, 2017

SISTEM PENCEGAHAN KONFLIK SOSIAL

Seruan akan kebutuhan tentang sistem pencegahan konflik menyeruak dalam diskusi buku “Sesuai Perang Komunal” Selasa 20 November lalu di Jakarta (Kompas, 20 November 2012). Keresahan ini bukanlah hadir dari ruang hampa. Dalam dua bulan terakhir sudah terjadi tiga konflik sosial yang menelan 15 korban meninggal, ratusan rumah terbakar, dan ribuan warga lainnya mengungsi. Dua diantaranya berlokasi di Lampung dan satu sisanya terjadi di Bireun, Aceh. Tidak menutup kemungkinan konflik-konflik di tempat lain bahkan di tempat yang sama pun akan terjadi kembali. Terlebih mengingat perangkat hukum tentang konflik sosial hanyalah UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial (PKS), yang sesuai namanya, masih terfokus pada penanganan konflik dan bukan pada pencegahan konflik.
Urgensi adanya sebuah sistem pencegahan konflik sosial antara lain: (i) untuk mengenali dan menghindari bentuk-bentuk konflik destruktif dan berbagai dampak buruknya, (ii) pencegahan konflik merupakan instrumen yang lebih baik dan efisien dibandingkan upaya resolusi konflik, (iii) untuk mencegah permusuhan laten agar tidak berkembang menjadi manifest, (iv) serta menghalangi terjadinya eskalasi dan kekerasan lanjutan. Dari uraian tersebut terlihat bahwa karakter dasar sistem pencegahan konflik sosial adalah mobilisasi semua sumber daya untuk mencegah konflik bergerak menjadi tindak kekerasan.   
Sistem pencegahan konflik fokus untuk mencegah konflik menjadi kekerasan. Terjadinya konflik menjadi kekerasan terkait erat dengan proses penyelesaian konflik pada awalnya dan hal ini terkait dengan kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk menyelesaikan konflik. Oleh karena itu, pencegahan konflik diarahkan untuk menciptakan kondisi yang mendorong penyelesaian konflik secara dini dan meningkatkan kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk menyelesaikan konflik sebelum berkembang menjadi kekerasan. Pada dasarnya kerangka kerja pencegahan konflik di Indonesia disusun untuk memperkuat ketahanan masyarakat dan pemerintah dalam mengatasi persoalan sosial-politik-ekonomi agar tidak berkembang menjadi kekerasan. 
Sistem pencegahan konflik atau kerangka kerja pencegahan konflik pada dasarnya adalah sebuah sistem manajemen untuk mengembangkan pengetahuan tentang konflik dan cara-cara pencegahannya. Sumber daya untuk pencegahan konflik tidak lagi terpisah-pisah namun terpusat pada struktur koordinatif yang memobilisasi sumber daya-sumber daya tersebut untuk digunakan secara efektif. Pencegahan konflik bukan merupakan reaksi ad hoc atas persoalan-persoalan konflik. Pencegahan konflik merupakan strategi struktural dan operasional jangka menengah dan panjang yang dilakukan secara proaktif oleh pelbagai aktor untuk mengidentifikasi dan membuat kondisi yang memungkinkan bagi lingkungan aman yang lebih stabil dan terprediksi (Carment dan Schnabel, 2003). 
Upaya pencegahan konflik bisa dilakukan dengan: (1) membangun mekanisme peringatan dini (early warning system) yang memungkinkan setiap institusi memonitor hubungan inter-stateinter-society, dan antara state dan society, (2) membangun atau mengembangkan mekanisme institusional untuk mencegah intensitas eskalasi konflik, (3) memfasilitasi peningkatan kapasitas masyarakat yang rentan konflik. Ketiga metode pencegahan konflik tersebut perlu dikaitkan dengan menurunnya kapasitas kelembagaan lokal, lemahnya kapasitas lembaga negara, dan kebijakan pemerintah yang mengabaikan konteks lokal. Dari hasil sintesa antara faktor penyebab konflik dan  metode pencegahannya maka Tim LIPI merumuskan beberapa pilihan strategis pencegahan konflik (Ju Lan dan Triatmoko, 2012). 
Hasil pemetaan Tim LIPI menyebutkan ada tujuh faktor persoalan strategis yang harus diatasi agar tidak berpotensi menjadi konflik kekerasan sebagai landasan penyusunan kerangka pencegahan konflik yang sedang dikembangkan. Tujuh faktor tersebut antara lain  (1) distorsi kebijakan publik; (2) patologi birokrasi; (3) ketimpangan sosial-ekonomi; (4) perebutan sumber daya dan akses ekonomi; (5) adat, kebudayaan, dan identitas; (6) legal justice; dan  (7) distorsi penanganan keamanan. Kerangka kerja pencegahan konflik terhadap ketujuh faktor tersebut disusun sesuai dengan tahapan konflik yang berbeda yaitu pra konflik, masa konflik, dan pasca konflik dengan mengacu pada kondisi-kondisi: daerah rawan konflik (sering terjadi konflik), daerah yang berpotensi konflik (intensitas konflik dalam skala sedang/menengah), dan daerah normal (tidak pernah atau sangat jarang mengalami konflik). 
Harapan dari penyusunan kerangka kerja pencegahan konflik yang disusun Tim LIPI adalah untuk membekali para pemangku kepentingan dengan sensitifitas terhadap isu-isu konflik dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan kebijaka. Kerangka kerja pencegahan konflik juga diharapkan dapat menjadi panduan operasional bagi kerja-kerja pencegahan konflik. Dengan kata lain diharapkan para pemangku kepentingan menguasai manajemen pencegahan dan pengelolaan konflik. 
Praktisi kebijakan seharusnya memiliki kemampuan analisa untuk memastikan validitas dan reliabilitas evaluasi potensi konflik. Sementara itu, kelompok-kelompok masyarakat seperti akademisi, NGO, dan bahkan kelompok private harus memiliki kemampuan mengenali potensi ancaman dan analisa peringatan dini (early warning analysis). Namun tentu saja yang paling penting adalah kembali adanya political will dari pemerintah untuk mengadopsi sistem pencegahan konflik dalam kebijakannya. Tanpanya maka seperangkat konsep ini hanya menjadi basa-basi diskusi dan remah-remah proyek yang tidak berkesudahan. (Yogi Setya Permana)


Monday, April 3, 2017

CATATAN KECIL TEORI KOMUNIKASI


KAMPANYE INOVASI


KOMUNIKASI TEURAPETIK DAN ADVOKASI DALAM ASPEK KOMUNIKASI PERSUASIF

1.      Apakah komunikasi teurapetik dan advokasi termasuk dalam aspek komunikasi persuasif?
2.      Jelaskan dan berikan ilustrasinya.

Pada tugas 3 ini saya akan menjelaskan dan memberikan ilustrasinya satu persatu.

Komunikasi persuasi adalah pesan yang disampaikan kepada persuadee dari persuader  melalui saluran tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung dengan maksud memberikan dampak atau efek kepada persuadee sesuai dengan tujuan persuader.                                                                   
Komunikasi teurapetik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar bertujuan untuk kesembuhan pasien. Menurut Northhouse (1982:2) komunikasi teurapetik adalah kemampuan atau keterampilan bidan untuk membantu pasien beradapatsi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis dan belajar berhubungan dengan orang lain.

Komunikasi teurapetik merupakan aspek komunikasi persuasif karena didalamnya mengandung unsur upaya-upaya agar persuadee dalam hal ini adalah pasien, agar tertarik mengikuti keinginan persuader yang pada konteks ini adalah bidan atau perawat, dalam usaha penyembuhan pasien. Komunikasi ini juga mengandung unsur model komunikasi yang disampaikan oleh Lasswel yaitu :
Kata “Who” siapakah yang dituju? pada komunikasi teurapetik adalah pasien yang dituju oleh bidan atau perawat. Merupakan persuade yang mengharapkan bantuan atau pertolongan secara psikologis untuk menghilangkan gangguan adaptasi dilingkungan.
Kata “Says What” ini merupakan pesan. Blake dan Haroldsen (1979) menjelaskan bahwa pesan merupakan simbol yang diarahkan secara selektif yang diperuntukan dalam mengkomunikasikan informasi. Pesan yang diberikan bidan melalui tindakan perawatan merupakan strategi psikodinamika dimana bidan melakukan pendekatan dengan pasien secara emosional agar faktor kognitif pada pasien dapat berubah. Pendekatan kognitif sebagai strategi persuasi menekankan struktur internal jiwa sebagai hasil belajar. Dengan menggunakan pendekatan emosional, pesan persuasif seperti keinginan untuk sembuh dan kembali hidup normal dilingkungan diharapkan akan membangkitkan emosional pasien dengan bentuk-bentuk perilaku tertentu. Essensi dari strategi psikodinamika adalah pesan efektif bersifat mampu mengubah fungsi psikologis individual dalam hal ini adalah pasien agar mau merespon secara terbuka komunikasi persuasif yang disampaikan bidan (persuader).
Kata “In Which Channel”. Pada tahap ini pendekatan dilakukan dengan bentuk hubungan yang diarahkan kepada pertumbuhan pasien, meliputi realisasi diri, penerimaan diri, identitas dan rasa integritas diri yang tinggi, kemampuan membina hubungan interpersonal serta peningkatan fungsi dan kemampuan dilingkungan. Tahap-tahap hubungan teurapetik adalah
·         Fase Prainteraksi
·         Fase Perkenalan
·         Fase Orientasi
·         Fase Kerja
·         Fase Terminasi

Agar materi yang saya sampaikan langsung kepokok pertanyaan yang diajukan maka pada kesempatan ini saya hanya akan menjelaskan fase kerja. Pada fase kerja, bidan meningkatkan saling pengertian dengan pasien agar perencanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pasien juga diharapkan dapat mengembangkan kemampuan secara mandiri untuk menyelesaikan masalah. Terapi juga merupakan salah satu tahap yang digunakan bidan dalam proses perawatan.
Kata “To Whom” ( penerima/ kepada siapa), hal ini tentunya ditujukan kepada pasien sebagai persuadee. Semua pesan persuasif yang disampaikan bidan ( persuader ) tentunya untuk mengubah perilaku pasien. Pada tahap ini mungkin terdapat hambatan bagi bidan untuk melaksanakan tugasnya. Hambatan ini dapat disebabkan oleh faktor mekanistis dan faktor psikologis seperti yang dikatakan oleh B. Aubrey Fisher dan faktor-faktor hambatan lainnya yang diungkapkan oleh para ahli. Namun bidan dengan keahlian yang dimiliki tentunya dapat mengatasi segala hambatan tersebut.
Kata “With What Effect” adalah dampak/ efek yang terjadi pada pasien setelah menerima pesan atau tindakan dari bidan. Kesembuhan pasien tentunya menjadi prioritas bidan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Pada tahap akhir ini pasien dapat kembali membaur dilingkungan tanpa adanya kendala psikologis serta dapat bersosialisasi dimasyarakat.
Menurut  Hopkins ( 1990 ) advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif. Hal ini secara jelas menyimpulkan bahwa advokasi merupakan aspek komunikasi persuasif. Menurut ahli retorika ( Foss and Foss 1980 ) advokasi diartikan sebagai upaya persuasi yang mencakup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, dan rekomendasi tindak lanjut mengenai sesuatu hal.
Umumnya advokasi digunakan dalam lembaga bantuan hukum yang berfungsi membantu persuadee untuk keluar dari masalah hukum yang membelitnya. Sebagai seorang persuader, advokasi membantu memberikan bukti-bukti untuk meyempurnakan persuasinya dalam lembaga hukum misalnya dipengadilan. Advokasi dapat terjadi tidak hanya dilembaga hukum tetapi juga dibidang kesehatan maka pada bidang kesehatan dapat diartikan sebagai upaya untuk memperoleh pembelaan, bantuan atau dukungan terhadap program kesehatan.
Selain itu juga dalam advokasi diperlukan aspek yang dapat  mendukung keberhasilan komunikasi persuasif yaitu kredibilitas. Persuader yang memiliki kredibilitas yang baik di ‘mata’ persuader menambahkan keyakinan untuk menerima pesan yang disampaikan. Aspek lainnya yang turut mendukung keberhasilan advokasi dalam komunikasi persuasive adalah indentifikasi dan kesamaan. Identifikasi merupakan cara-cara yang dilakukan persuadee dalam mengatasi konflik, frustasi serta kecemasan. Sedangkan kesamaan merupakan tingkat kedekatan tersendiri antara persuadee dengan persuader dalam upaya mendukung keberhasilan advokasi.

Sumber :
Modul UT SKOM 4326
Modul UT SKOM 4314

TEKNIK PERSUASIF DAN KAITANNYA DALAM TUTORIAL ONLINE UT

1. Teknik persuasif apa saja yang Anda ketahui, sebutkan saja!
2. Sebutkan model pengaruh komunikasi persuasif yang Anda terima dari tuton ini!
Beberapa teknik persuasif yang saya ketahui adalah sebagai berikut :
Ø  The Yes- Respons Technique
Teknik yang pertama ini dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan mengusahakan jawaban ‘ya’ dari persuadee. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan atau mengutarakan semua keinginan dari persuadee. Misalnya Seorang pimpinan perusahaan mengajukan pertanyaan kepada karyawannya, apakah kalian ingin mendapatkan kenaikan gaji, fasilitas tunjangan kesehatan, fasilitas kendaraan serta bonus akhir tahun yang menggiurkan? Maka bekerjalah dengan baik serta kerja keras agar target yang telah ditentukan oleh perusahaan dapat tercapai.
Dengan teknik ini persuadee tidak merasa terbebani karena apa yang akan dilakukannya dengan tujuan memenuhi keinginan mereka.
Ø  Putting It Up To You
Cara yang dilakukan pada teknik ini adalah dengan melakukan pendekatan secara psikologis dengan persuadee atau sasaran. Misalnya saja seorang ibu yang melakukan pendekatan agar buah hatinya tertarik untuk rajin membaca. Dengan pendekatan ini diharapkan sasaran terketuk hatinya untuk mengikuti keinginan dari persuader.
Ø  Stimulated Disenterest
Pimpinan perusahaan menjelaskan resiko dari tidak tercapainya target adalah tidak adanya bonus serta jika tidak mencapai target dalam jangka waktu tertentu maka karyawan tidak akan diperpanjang kontrak kerjanya. Sehingga tercapai atau tidaknya target adalah kebutuhan dari para karyawan. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk contoh dari teknik Stimulated Disenterest. Teknik yang mengusahakan rasa kecemasan, menekan perasaan serta perubahan sikap dari persuadee agar tujuan persuader tercapai. Namun disampaikan seakan-akan yang membutuhkan terjadinya persuasi adalah sasaran itu sendiri.
Ø  Transfer
Transfer adalah lingkungan yang terasa berpengaruh pada hasil yang kita lakukan. Sebelum melakukan persuasi sebaiknya kita memastikan bahwa lingkungan atau tempat tersebut sesuai dengan tema persuasi yang akan dilakukan. Persuasi akan sulit diterima jika persuader tidak memiliki kesamaan tujuan dengan persuadee. Misalnya saja seorang ibu yang melakukan pendekatan kepada anaknya agar minat atau tertarik untuk belajar namun hal tersebut dilakukan ditempat area bermain. Tentunya anak tidak akan tertarik dengan apa yang disampaikan sang ibu karena sudah focus dengan keinginannya untuk bermain.
Ø  Bandwagon Technique
Teknik Bandwagon bertujuan untuk membujuk persuadee dengan cara mengemukakan bahwa setiap orang sebagaimana halnya kita, meyetujui gagasan yang dikemukakan. Contoh dari teknik ini yaitu pada saat seorang pimpinan dalam perusahaan mengatakan bahwa sebelum usahanya maju seperti saat ini, ia merintis dari bawah dengan usaha keras untuk mencapai target yang diharapkan hingga mencapai posisi seperti saat ini. Dengan hal ini karyawan atau persuade merasa tekanan yang diberikan perusahaan, semua pernah mengalaminya termasuk pimpinan perusahaan.
Ø  Say It Flowers
Teknik ini dilakukan dengan cara memberi pujian kepada sasaran atas kepandaian, kecakapan, kemampuan serta kelebihan yang dimiliki oleh persuadee sehingga mereka tertarik dengan persuasi yang dilakukan. Contohnya pujian yang diberikan orang tua karena kepandaian anaknya, pujian yang diberikan pimpinan kepada karyawan yang mencapai target dll.
Ø  The Swap Technique
Ini merupakan teknik barter karena mempunyai kepentingan yang sama dengan pihak persuadee. Pada pemasaran umumnya teknik ini dilakukan sebagai promo-promo yang menarik minat pembeli. Misalnya Setiap pembelian pre order 1 unit handphone akan mendapatkan 1 buah handsfree.
Ø  Reassurance
Tehnik ini merupakan kelanjutan dari teknik Putting It Up To You dan Say It with Flowers. Tetap berusaha menjaga hubungan baik serta kedekatan dengan persuadee sehingga mereka yakin terhadap keputusan atau tindakan yang telah diambil.
Teknik lainnya sebagai berikut :
Ø  Technique of Irritation
Ø  The Yes-yes Tchnique
Ø  Don’t Ask If Ask Which
Ø  Answering A Question with Question
Ø  Getting Partial Commitment
Ø  Ask More, so They Settle for Less
Ø  Getting an IOU
Ø  Appeals to Humor
Ø  Appeals to Sex
Ø  Effect of Repetition

Model pengaruh komunikasi persuasif pada Tuton ini
Menurut saya, model yang digunakan  pada Tuton adalah Model Dua Sumber atau lebih. Model ini merupakan sumber yang jumlahnya lebih dari seorang yang bertindak sebagai komunikator. Walaupun pengirim (encoder) pesan biasanya seseorang yang menyusun isi pesan, tetapi tidak selalu demikian.
Dosen sebagai pemimpin dalam Tuton sebagai pengirim pesan memberikan materi yang akan menjadi topik bahasan bagi mahasiswa. Namun mahasiswa juga aktif sebagai komunikator dengan menyampaikan topik lain yang mungkin dianggap sulit dalam pembelajaran serta mahasiswa lain yang member tanggapan.
Materi yang disampaikan dalam Tuton diharapkan menimbulkan ketertarikan bagi mahasiswa sehingga tertarik untuk mengikuti. Timbal balik atau feed back akan meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang materi yang disajikan.


Sumber :

Modul UT SKOM 4326