Saturday, October 17, 2015

Contoh Homophili dan Heterophily dalam Komunikasi Antarbudaya

Homophili adalah derajat persamaan dalam beberapa hal tertentu seperti keyakinan, nilai, pendidikan, status sosial dll antara pihak-pihak yang saling beriteraksi.
Berdasarkan prinsip homophili, sorang individu cenderung berinteraksi dengan individu lainnya yang serupa dalam karakteristik sosialnya. Dodd ( 1982: 168-170) membuat klasifikasi tentang dimensi homofili, antara lain :
1.      Homofili dalam penampilan.
2.      Homofili dalam latar belakang.
3.      Homofili dalam sikap.
4.      Homofili dalam kepribadian.
5.      Homofili dalam nilai.
            Menurut Rogert dan Kincaid heterophili adalah derajat perbedaan dalam beberapa hal tertentu antara pasangan-pasangan individu yang saling berinteraksi. Dalam berinteraksi tentunya kita akan banyak menemukan perbedaan dalam berkomunikasi, oleh sebab itu dibutuhkan toleransi dalam berkomunikasi sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik.
            Contoh kasus heteropili dapat kita lihat dari kasus yang pernah diliput di media massa, yaitu kasus penyanyi dangdut Cita citata yang dianggap menghina Papua.  Kasus ini bermula saat artis tersebut diwawancarai disela-sela kesibukannya. Pada mulanya, awak media yang sedang meliput, bertanya pada Cita citata yang sedang menggunakan kostum Papua mengapa tidak menggunakan coretan diwajah layaknya penampilan adat masyarakat Papua. Kemudian Cita citata pun menjawab ”cantik harus tetap dicantikin mukanye, nggak kayak Papua kan? ”.
            Pernyataan tersebut mengundang reaksi keras dari masyarakat Papua yang dianggap melecehkan budaya Papua.
            Perbedaan antara budaya Cita dan masyarakat Papua membuat kasus ini dianggap sebagai penghinaan. Bagi Cita mungkin perkataannya hanya sebatas candaan tanpa ada maksud untuk menghina karena umumnya bagi individu yang biasa tinggal dikota besar seperti Jakarta, seringkali melakukan candaan dalam banyak hal. Namun hal tersebut dinilai berbeda oleh masyarakat Papua. . Kasus ini menimbulkan pro kontra dan polemik dimasyarakat hingga dilaporkan ke komisi X DPR, Komnas HAM dan Divisi kejahatan Siber Polda Metro Jaya.
Menurut saya tidak ada yang salah dalam kasus tersebut hanya perbedaan persepsi yang menimbulkan perbedaan pandangan. Kasus ini seharusnya tidak sampai ke Polda Metro Jaya dan Komisi X DPR karena dapat diselesaikan atau dibicarakan di Komisi HAM. Dengan musyawarah dan permintaan maaf dapat diselesaikan tanpa harus dibesar-besarkan. Ataupun dengan teguran yang dilayangkan secara resmi oleh perwakilan masyarakat Papua. Umumnya seniman berkata spontan tanpa ada maksud apa-apa dalam berkata.

Kasus ini juga menjadi pelajaran bagi banyak pihak untuk lebih berhati-hati dalam berkata-kata khususnya soal SARA, karena akan mengundang banyak polemik didalamnya. Canda untuk kita belum tentu untuk budaya lainnya.

No comments:

Post a Comment